REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persidangan kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Alquran dan laboratorium di Kemenag hari ini (21/3), memeriksa saksi Fahd El Fouz yang mengaku ditawari menjadi calo oleh Zulkarnaen Djabar untuk memuluskan proyek. "Saya ditawari Pak Zul, nanti ada proyek begini-begini," kata Fahd El Fouz dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (21/3).
Fahd menambahkan tawaran tersebut langsung diucapkan oleh Zulkarnaen yang saat itu merupakan anggota Komisi VIII DPR. Tawaran tersebut disampaikan saat Fahd menemui Zulkarnaen di Gedung DPR. Setelah dari Gedung DPR, ia langsung mendatangi kantor Kemenag untuk mencari informasi di Ditjen Bimas Islam terkait proyek-proyek tersebut.
Ia pun menemui Dirjen Bimas Islam yang saat itu dijabat Nasaruddin Umar dan saat ini menjawab wakil menteri agama. "Saya waktu itu didampingi Dendy, Vasko, Syamsu. Pak Dirjen panggil Pak Karim (Abdul Karim, Sesditjen Bimas Islam), Pak Jauhari (Ahmad Jauhari, pejabat pembuat komitmen). Di situ ngomong-ngomong normatif," paparnya.
Dalam pertemuan tersebut, ia selalu menyebut adanya dukungan dari Zulkarnaen untuk mendapatkan proyek pengadaan Alquran dan laboratorium komputer di kementerian itu. "Kita diterima, dirjen kan tahu di-back up siapa. Bang Zul sudah telepon ke Nasaruddin Umar," ucapnya.
Ketika menjadi perantara proyek tersebut, Fahd mengaku sebagai pemilik PT Karya Sinergi Alam Indonesia (KSAI). Perusahaan itu didirikan memang untuk mencari proyek negara dan menampung keuntungan dari proyek-proyek tersebut.
Saat ditanya jaksa bagaimana pembentukan perusahaan PT KSAI, ia mengaku dengan meminjam KTP sejumlah rekannya. Seperti Vasco Rusemy, Syamsurahman dan Dendy Prasetya. Bahkan KTP istri Fahd juga ia pinjam. Namun Fahd mengklaim direktur utama perusahan tersebut adalah Dendy. Dendy dan Vasco merupakan pihak yang berwenang dalam pencairan keuangan di perusahaan itu. Selain itu, saat proyek sedang bergulir, Fahd memastikan jika Zulkarnaen Djabar telah mendapatkan fee melalui anaknya, Dendy Prasetia.
Ia mengaku tidak ingat jumlah uang yang diberikan sebagai fee kepada politisi Partai Golkar itu. Namun biasanya fee diberikan sebesar lima persen dari nilai proyek. Dalam pemberian fee itu, Zulkarnaen Djabar memang meminta agar diberikan melalui perantara, tidak secara langsung.