REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal BPP Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), Harry Warganegara Harun mengatakan calon presiden mendatang harus memiliki gerakan menyerang untuk menjamin stabilitas ekonomi.
"Pemimpin itu harus 'offensif', menyerang produk impor dengan kualitas produk lokal," kata Harry usai diskusi bertajuk 'Peran Pemimpin Muda dalam Menjaga Stabilitas Politik dan Ekonomi 2014 menjelang ASEAN Economy Community 2015' di Jakarta, Rabu (20/3).
Harry menjelaskan peningkatan kualitas tersebut secara langsung bisa meningkatkan daya saing produk.
Menurutnya kita jangan bertarung secara 'defensif' (bertahan) dengan mencegah produk impor masuk dan menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI). "Tidak apa-apa produk impor masuk, kita tidak khawatir karena produk kita punya daya saing yang tinggi," katanya.
Selain itu, menurut Harry pemimpin harus menciptakan iklim dan lingkungan yang tepat untuk dunia usaha, seperti mempermudah peminjaman modal, perbaikan infrasturktur, dan menghilangkan pungutan liar (pungli).
"Jeruk Medan lebih mahal dari Jeruk Mandarin karena ongkos yang dipakai lebih mahal dari Medan ke Jakarta daripada dari Cina ke Indonesia," ujarnya menjelaskan.
Pungli tersebut bisa dialokasikan untuk biaya kesehatan dan pendidikan. "Gerakan menyerang ini yang ditungu-tunggu," imbuh Harry.
Harry juga mengimbau untuk tidak terlena kepada isu politik mejelang Pemilu 2014. Sebab jika tidak dikelola dengan tepat bisa berpotensi terhadap kemunduran persaingan ekonomi global.
"Memasuki 2013 banyak opini bermunculan, namun jika tidak dikelola secara tepat, ini akan berdampak pada kemunduran persaingan ekonomi global," katanya.
Para politisi lebih fokus pada pemenangan Pemilu 2014 daripada isu ekonomi, ujar Harry berpendapat. "Para politisi mungkin sedang memikirkan mendapatkan kursi di DPR, menjadi menteri dan sebagainya, tetapi ingat ada ancaman yang serius, yaitu AEC karena kita sudah tidak bersaing lagi dengan SDM lokal, tetapi juga SDM regional," katanya memperingatkan.