Rabu 20 Mar 2013 17:33 WIB

Budaya Suka Menerima Suburkan Korupsi

Rep: Dyah Ratna Meta Novi/ Red: Karta Raharja Ucu
Busyro Muqoddas.
Foto: Republika / Tahta Aidilla
Busyro Muqoddas.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengatakan saat ini kondisi demokrasi di Indonesia semakin mengkhawatirkan.

Orang yang sukses dalam kancah politik kebanyakan ditentukan kekayaan secara finansial, memiliki darah biru, dan menjadi episentrum politik tertentu. Sementara masyarakat memiliki budaya menerima. Padahal dalam agama Islam diajarkan budaya memberi.

“Memberi itu lebih mulia dari pada menerima, apalagi korupsi,” katanya dalam acara diskusi ‘Caleg dan Pencegahan Korupsi’ di Gedung DPP PPP, di Jakarta, Rabu, (20/3).

Busyro menuturkan budaya menerima ini mendorong politisi untuk korupsi karena masyarakat suka diberi. Siapa yang modalnya besar akan menang. “Tokoh lokal akan menjadi tokoh nasional karena dipopulerkan melalui TV,” ujarnya.

Sementara politisi yang tidak punya modal, kata Busyro, akan kalah dalam pemilihan. Ini diperparah dengan tidak adanya pendidikan politik yang cerdas dan transformasif. Secara umum buruk, sistem politik yang buruk ini menimbulkan banyak korban money politik dan demoralisasi.

Masyarakat, terang Busyro, akan memilih caleg yang amplopnya paling tebal. Masyarakat juga tidak bisa melakukan self advokasi jika money politic itu buruk. Maka LSM seperti ICW memang dibutuhkan untuk mengingatkan masyarakat.

Situasi masyarakat yang suka menerima seperti ini, kata Busyro, bagi parpol yang pragmatis tentu saja menguntungkan. Sebab mereka bisa membeli suara masyarakat dengan mudah. “Masyarakat yang bersifat kritis tentu malah tidak menguntungkan bagi parpol semacam ini,” katanya.

Jika politik transaksional terus terjadi, terang Busyro, maka anggota DPR yang masuk penjara akan semakin banyak lagi. “Saat ini saja, mayoritas politikus yang terjerat KPK adalah anggota DPR, kebanyakan kasusnya travel check,” terangnya.

Demokrasi di Indonesia, ujar Busyro, sudah tidak berbasis kedautan rakyat. Tetapi sudah menjadi leptokrasi di mana pejabat negara mencuri melalui jabatannya dari sumber APBN, APBD, maupun SDA.

Makanya, terang Busyro, parpol harus terus melakukan pengawasan terhadap integritas caleg, melakukan pendataan dan pengumpulan informasi perilaku caleg. Parpol harus membangun sistem pengawasan internal parpol dan  mengimplementasikan sistem integritas pada parpol.

Parpol, kata Busyro, harus membangun sistem reward and punismenh. Bagi anggota DPR yang bersih dari korupsi harus diberi penghargaan, begitu pula sebaliknya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement