Selasa 19 Mar 2013 14:15 WIB

MK Kritik Pemerintah Soal Aturan Sengketa Pemilu

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Mansyur Faqih
Akil Mochtar
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Akil Mochtar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) mengkritik kebijakan pemerintah dalam membuat aturan pemilukada yang dinilai hanya bersifat seremonial dan tidak menyentuh substansi. Idealnya RUU Pilkada bukan terfokus membahas masalah pengembalian sengketa pemilukada. Melainkan lebih baik memperbaiki masa waktu persidangan. 

Juru Bicara MK Akil Mochtar menjelaskan, dengan 14 hari masa sidang pemilukada hingga putusan, maka hakim harus bekerja keras dalam menggelar sidang. Itu pun harus dilakukan tanpa mengabaikan subtansi kecurangan pemilukada yang selalu digugat. "Tapi, ini pemerintah malah sibuk mengurusi sidang gugatan pemilukada dari ke MA ke MK, dan sekarang mau dibalikkan ke MA lagi," katanya, Selasa (19/3).

Sebelumnya, pemerintah menginginkan pemilukada digelar serentak demi efisiensi biaya. Aturan itu tertuang dalam RUU Pilkada yang tengah dibahas bersama dengan Komisi II DPR. Dampaknya, maka sengketa pemilukada tidak lagi disidangkan di MK. Melainkan disidangkan di pengadilan ad hoc di setiap daerah.

Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri Djohermansyah Djohan menjelaskan, dampak disetujuinya pemilukada serentak yaitu pengambilalihan wewenang MK dalam gugatan pemilukada. Meski begitu, menurut dia, masalah itu terus dimatangkan bersama DPR agar di kemudian hari tidak timbul masalah seperti dulu. Yakni seringnya ketidakpuasan calon kepala daerah akibat putusan pengadilan umum yang bermasalah. 

"Sengketa pemilukada dikembalikan ke MA (Mahkamah Agung) yang dapat dilimpahkan ke PT (pengadilan tinggi)," ujar Djohermansyah.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement