Selasa 19 Mar 2013 12:49 WIB

Pilkada Serentak, Sengketa Tak Lagi Ditangani MK

Rep: Erik Purnama Putra/ Red: Mansyur Faqih
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengecek data e-KTP miliknya dengan sistem pemindaian iris mata di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.
Foto: Antara/Andika Wahyu
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengecek data e-KTP miliknya dengan sistem pemindaian iris mata di Kementerian Dalam Negeri, Jakarta Pusat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menginginkan pemilukada digelar serentak demi efisiensi biaya. Aturan itu tertuang dalam RUU Pilkada yang tengah dibahas bersama dengan Komisi II DPR. Dampaknya, maka sengketa pemilukada tidak lagi disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK). "Kalau opsi itu disetujui maka gugatan pemilukada akan disidangkan di pengadilan ad hoc di setiap daerah," kata Mendagri Gamawan Fauzi di Jakarta, Selasa (19/3).

Ia menjelaskan, lebih banyak keuntungan yang bisa diperoleh dengan memindahkan persidangan sengketa pemilukada ke pengadilan ad hoc di daerah. Misalnya, tidak perlu harus membawa berkas dan saksi ke Jakarta yang membutuhkan biaya dan tenaga tidak sedikit. Konsekuensi itu dinilai rasional lantaran tidak mungkin MK bisa menggelar sidang apabila ada puluhan pasangan calon kepala daerah secara berbarengan mengajukan gugatan. 

Sehingga, dengan memindahkan wewenang dari MK ke pengadilan daerah maka diharapkan waktu sidang selama 14 hari bisa terpenuhi. "Kita kembalikan ke model yang dulu, cost-nya lebih murah," ujar Gamawan.

Terkait integritas pengadilan daerah yang diragukan masyarakat, mendagri sudah melakukan antisipasi dengan melibatkan perguruan tinggi. Alhasil, nanti bisa direkrut hakim ad hoc dari akademisi yang dipilih lewat seleksi ketat. Dengan begitu, setiap putusan hakim bisa dipertanggungjawabkan.

Hal itu dilakukan untuk menghindari kemarahan pendukung pasangan calon kepala daerah jika tidak puas dengan keputusan hakim. Sehingga kekhawatiran adanya permainan yang dilakukan hakim bisa ditekan semaksimal mungkin. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement