REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Akhir tahun 2013 Kementerian Dalam Negeri akan membagikan 175 juta e-KTP kepada Warga Negara Indonesia.
Meski merupakan langkah maju, beberapa pengamat mengkhawatirkan kemampuan pemerintah mengelola kerahasiaan informasi dari data pribadi dalam e-KTP tersebut seperti nomor telepon.
Dosen Hukum Telematika Universitas Indonesia Edmon Makarim menjelaskan, persoalan privasi itu menyangkut kerahasiaan seseorang. Padahal, kata dia, nilai privasi itu lebih luas dari sekadar data pribadi.
Karena itu, ia mendesak pemerintah untuk membuat payung hukum bersama agar berbagai instansi pemerintah yang meminta data dari masyarakat menjamin kerahasiaan itu.
"Di Indonesia e-KTP minta sidik jari, kepolisian juga, pembuatan pasport juga. Sudah tidak otentik lagi itu. Harusnya sekali saja," ujar Edmon, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Ketua Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesis (YLKI) Husna Zahir menilai aturan yang ada sekarang belum terintegrasi. Dampaknya, perlindungan terhadap warga sebagai konsumen tidak ada.