REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keamanan data setiap penduduk dinilai aset berharga yang harus dilindungi. Karena itu, pemerintah bertanggungjawab mengenai kerahasiaan data informasi pribadi tersebut.
Staf Ahli Hukum Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nurmajito mengatakan, banyak pihak belum memahami masalah perlindungan data dan informasi.
Menurutnya, kebocoran informasi dapat dimanfaatkan banyak oknum tidak bertanggungjawab. Contohnya, konsumen sering berhadapan dengan telepon gelap yang menawarkan produk tanpa pernah diminta.
Terakhir adalah bocornya data Surat Pemberitahuan pajak Presiden SBY yang harusnya masuk kategori rahasia. Seharusnya, ujarnya, dokumen tersebut dilindungi instansi pengelola data itu.
Dia mengingatkan, akhir tahun nanti sedikitnya 175 juta warga bakal mendapatkan kartu e-KTP yang dibagikan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dia pun khawatir apakah instansi terkait bisa melindungi data setiap warga agar tidak dimanfaatkan pihak lain.
Apalagi, nantinya data pribadi seseorang itu bakal diserahkan ke setiap instansi negara, seperti perbankan, telekomunikasi, kesehatan, dan pendidikan dengan berbasis data e-KTP.
"Persoalannya, tak ada norma hukum yang mewajibkan penyelenggara pelayanan menjaga data dan informasi yang diserahkan," katanya dalam diskusi di kantornya, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Menurutnya, hingga kini tak ada pengaturan kerahasiaan untuk memberikan perlindungan kepada pemilik agar informasi tentang dirinya tidak digunakan kepentingan lain di luar izin pemilik.
Alhasil, ujarnya, akan terjadi kerawanan penyalahgunaan data oleh aparat pemerintahan yang dimanfaatkan instansi tertentu untuk meraup keuntungan pribadi.
Ketika masyarakat sudah menyerahkan KTP model lama untuk ditukar e-KTP, jelasnya, tidak ada jaminan data pribadi tak diserahkan ke pihak lain. "Hak dan kewajiban pengelola data itu seperti apa? Kalau data e-KTP lama di foto cofy kemudian diserahkan ke pihak-pihak tertentu bagaimana" ujarnya.