REPUBLIKA.CO.ID,DENPASAR - Menjelang pemilihan gubernur Bali 15 Maret mendatang, aparat desa cenderung bersikap tidak netral. Hal itu terlihat dari penggiringan yang dilakukan oleh sejumlah kelihan banjar dan kepala dusun, agar warga mendukung salah satu pasangan calon.
Bahkan sejumlah bupati ditengarai memberikan instruksi dan membuat kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon. "Kami telah menerima laporan dari Panwaslu di kabupaten, terkait adanya kebijakan dari bupati setempat yang teridentifikasi menguntungkan salah satu pasangan calon gubernur. Itu bisa mengarah pada tindak pidana pemilu," kata Panwaslu Bali, Made Made Wena di Denpasar, Kamis (14/3).
Pilkada Bali akan berlangsung 15 Mei mendatang dan dua pasangan calon telah memastikan diri bertarung dalam plkada, yakni pasangan Made Mangku Pastika-Sudikerta (Koalisi Bali Mandara), melawan Puspayoga-Dewa Sukrawan (PDIP). Dari delapan bupati dan satu walikota di Bali, tujuh diantaranya adalah kader PDIP dan dua kader Golkar.
Kepada kepala daerah yang kebijakannya menguntungkan salah satu pasangan calon sebut Wena, Panwaslu setempat sudah memberikan teguran-teguran. "Semestinya bupati/walikota kota dapat melakukan cegah dini untuk menjaga Pulau Dewata tetap kondusif, sekaligus jangan sampai tersangkut tindak pidana pemilu akibat tidak mengetahui aturan," katanya.
Panwaslu Bali kata Wena, sudah mengirimkan imbauan kepada bupati/wali kota. Imbauan itu terkait pula dengan imbauan penertiban baliho para pasangan calon. Untuk hal itu pula sebutnya, pihaknya akan kembali mengirimkan surat kepada bupati/wali kota, terkait apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan mereka lakukan.
Sementara itu berdasarkan pengamatan Republika, kegiatan menggiring warga untuk memilih salah satu pasangan calon, dilakukan oleh aparat-aparat di tingkat banjar. Itu mereka lakukan sesuai arahan dari pemerintah diatasnya