Kamis 28 Feb 2013 16:52 WIB

Aturan Outsourcing Digugat ke Mahkamah Agung

Rep: Dwi Murdaningsih/ Red: Nidia Zuraya
Ribuan buruh saat berdemonstrasi menolak sistem kerja outsourcing (ilustrasi).
Foto: Antara/M Ali Khumaini
Ribuan buruh saat berdemonstrasi menolak sistem kerja outsourcing (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Tujun perusahaan  perusahan alih daya anggota Asoisasi Bisnis Alih Daya Indonesia (ABADI), Kadin, dan Apindo menggugat peraturan menteri tenaga kerja dan transmigrasi (Permenakertrans) nomor 19 tahun 2012 tentang outsourcing kepada Mahkamah Agung.

Penasehat hukum penggugat Darmanto mengatakan ada dua pasal dalam permenakertrans yang diteken pada 14 November 2012 yang ingin dilakukan uji material. Pemerintah memberikan jangka waktu satu tahun untuk dilakukan penyesuaian aturan ini. Gugatan resmi dilayangkan pada 14 Februari lalu.

Darmanto menjelaskan pasal yang ingin diuji materi yakni pasal 1 ayat 3 dan pasal 17 ayat 3. Pada pasal 1 ayat 3 disebutkan bahwa penyedia jasa pekerja merupakan perusahaan yang berbentuk badan hukum Perseroan Terbatas (PT). Darmanto menilai poin ini tidak pas lantaran hanya PT yang diizinkan menggunakan jasa alih daya.

“Ketentuan ini membatasi. Padahal perusahaan yang berbadan hukum itu tidak hanya PT, tapi bisa koperasi, yayasan,” ujar Darmanto, Kamis (28/2).

Sementara itu, pasal 17 ayat 3 digugat untuk diuji karena dinilai membatasi jasa outsourcing yang diperbolehkan. Dalam pasal tersebut diatur bahwa hanya lima jenis pekerjaan yang diperbolehkan untuk outsourcing.

Pekerjaan itu adalah cleaning service, catering, security atau satpam, usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan serta  usaha penyediaan angkutan bagi pekerja/buruh. Sementara, pekerjaan alih daya selama ini bernaung dalam Undang-undang tenaga kerja nomor 13 tahun 2003.

Ketua Umum ABADI Wisnu Wibowo mengatakan aturan mengenai outsourcing merugikan semua pihak, termasuk tenaga kerja. Menurutnya, adanya aturan ini membuat banyak pekerja outsourcing yang terpaksa tidak dilakukan perpanjangan kontrak karena tidak memenuhi ketentuan tenaga kerja yang diperbolehkan untuk dialih-dayakan.

“Banyak yang tidak diperpanjang kontraknya, makin banyak yang melakukan mekanisasi (untuk mengganti pekerja),” ujar Wisnu.

Padahal, menurut dia banyak sekali jenis pekerjaan yang selama ini masih dialih-dayakan, di luar lima bidang yang masih diizinkan. Misalnya, pegawai administrasi. Sebagai gambaran, jumlah pekerja dari perusahaan yang tergabung dalam ABADI mencapai 350 ribu orang. Hanya sekitar 30 persen yang masuk dalam katagori cleaning service dan satpam.

Sisanya, sekitar 70 persen terancam tidak diperpanjang kontrak kerjanya. Angka ini tidak termasuk jumlah perusahaan alih daya lainnya yang mencapai 6240 perusahaan. Jumlah perusahaan ini sudah terdaftar di kementrian tenaga kerja.

Sebagai contoh konkret, perusahaan Jasa Marga kini sudah mulai mengganti karyawan dengan plang otomatis di sepanjang tol Bekasi Timur. Padahal semestinya di sepanjang tol itu setidaknya ada 22 pekerja. Ia mengtakan semakin banyak perusahaan yang sedang mengkaji untuk mengganti karyawan mereka dengan mesin untuk efisiensi pekerja.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement