REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mundurnya Anas Urbaningrum dari jabatan Ketua Umum DPP Partai Demokrat merupakan babak baru dari konflik internal yang selama ini terjadi di partai berlambang bintang mercy.
Gesekan antar faksi yang sebelumnya hanya terjadi di level elite, kemungkinan besar bakal merembet ke akar rumput. "Para loyalis Anas tidak akan tinggal diam," kata pengamat politik Universitas Gadjah Mada, Ary Dwipayana ketika dihubungi Republika, Ahad (24/2).
Pidato terakhir Anas sebagai Ketua Umum Partai Demokrat punya dua pesan penting. Pertama, lewat pidato itu Anas ingin menyampaikan kepada pendukungnya agar tetap solid dan loyal kepadanya. Ini misalnya tercermin lewat pernyataan bahwa dirinya akan selalu menjadi sahabat bagi kader-kader Demokrat.
Kedua, Anas ingin para loyalisnya berani mengambil sikap tegas kepada orang-orang yang selama ini menyerang dia. "Ketika Anas bilang kini dia telah merdeka, pengaruhnya bisa saja sampai ke level pengikut," katanya.
Kendati begitu, Ary memperkirakan tidak semua kader yang berada di faksi Anas bakal loyal. Di antara mereka tetap ada yang bersikap pragmatis menyikapi pesan yang disampaikan Anas.
Pasalnya, tutur Ary, banyak kader Partai Demokrat yang menganggap Anas hanya mantan ketua umum dan tidak memiliki kewenangan apapun dalam pengambilan keputusan strategis partai seperti penetapan daftar caleg. "Beberapa orang tentu tidak ingin namanya dicoret majelis tinggi karena terlihat terlalu setia mendukung Anas," kata Ary.