REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kepala Bagian Hukum dan Humas RSUP Dr Sardjto Trisno Heru mengakui pasien di RSUP Dr Sardjito masih harus menanggung biaya pengobatan jika melebihi plafon yang ditetapkan.
Menurutnya, tagihan dikirimkan meski pasien tersebut pemegang Jamkessos/Jamkesda. Akan tetapi, apabila keluarga atau LSM pendamping pasien tidak mampu membayar biaya tersebut, maka dapat mengajukan surat pernyataan tidak mampu.
Dia menjelaskan, pihak pendamping dapat membuat permohonan pembebasan biaya serta bersedia dilimpahkan ke KPKNL ( Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang).
Setelah itu dari pihak KPKNL akan melakukan survei ke tempat pasien dan akan menagih sampai tiga kali. Kalau memang benar-benar pasien tidak mampu setelah dua bulan kemudian KPKNL akan memberikan surat Piutang Negara Sementara Belum Dapat Ditagih (PSBDT).
Kemudian setelah dua tahun,baru keluar surat pembebasan biaya. ''Dari pihak RSUP Dr Sardjito sendiri tidak bisa langsung membebaskan kekurangan biaya tersebut, karena merupakan rumah sakit pemerintah dan harus mengikuti prosedur yang sudah ditetapkan,''kata Heru, Ahad (24/2).
Heru mengaku berpengalaman mengurusi beberapa ODHA anak jalanan yang menghadapi masalah seperti Arie. Menurutnya, kalau masalah kekurangan biaya sudah dilimpahkan ke rumah sakit, pihak KPKNL akan berulang-ulang datang, tidak hanya tiga kali.
"Pihak KPKNL seringmemaksa kepada pihak keluarga pasien untuk memberikan apa saja yang masih tersisa. Padahal keluarga tersebut benar-benar tidak mampu,"jelasnya.
Oleh karena itu Heru mengusulkan kepada pemerintah supaya memberikan kebijakan kepada orang yang sudah benar-benar dinyatakan positif HIV agar membebaskan semua biaya pengobatan dan perawatannya di rumah sakit.
Sehingga, pasien ODHA bisa benar-benar fokus pada pengobatan dan bisa survive serta berkarya sehingga tidak berpotensi menularkan ke orang lain.