REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Sulit sekali menangkap buronan sekelas Djoko S Tjandra. Hal ini terlihat dari pesimisme tim pemburu koruptor. Wakil Jaksa Agung yang menjadi ketua tim pemburu koruptor di bawah kendali Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) mengaku belum dapat memastikan kapan ekstrdisi Djoko dapat diwujadkan.
Dia mengatakan, sampai saat ini pemulangan Joko masih menunggu peran pemerintah Papua New Guinea (PNG). Andil PNG menurut dia menjadi kunci bagi tim pemburu koruptor dalam memulangkan Djoko ke Indonesia untuk dieksekusi. “PNG sedang mengevaluasi status kewarganegaraan dia. Kami masih tunggu kepastiannya, bila jelas, kami langsung bergerak,” kata dia, pasrah, Jumat (22/2).
Darmono mengatakan, aksi yang dilakukan timnya hanya mengupayakan ekstradisi kepada Djoko. Namun, dia belum bisa memastikan apakah nanti Pemerintah PNG yang datang ke Indonesia atau sebaliknya. “Langkah sudah jelas terencana, tinggal ikuti dulu itu. Untuk waktunya sesegera mungkin,” kata dia.
Nama Djoko alias Tjan Kok Hui, pria kelahiran Sanggau 27 Agustus 1950, menjadi buronan gara-gara fee atas cessie (hak tagih) senilai setengah triliun lebih. Djoko memang identik dengan Grup Mulia yang memiliki bisnis inti properti.
Djoko Tjandra sejak 2009 meninggalkan Indonesia. Saat itu sehari sebelum Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan keputusan atas perkaranya, Djoko berhasil terbang ke PNG dengan pesawat carteran. Di sana Djoko mengubah indentitasnya dengan nama Joe Chan dan memilih berganti kewarganegaraan menjadi penduduk PNG.
Dalam kasusnya, Djoko oleh MA diputus bersalah dan harus dipenjara 2 tahun. Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk Negara. Belakangan, diketahui sosok Djoko diduga lebih banyak berada di Singapura.