REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kekerasan melalui media online atau cyberbullying dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Sehingga, peran orang tua sangat penting dalam mengawasi anak-anak saat menggunakan internet.
"Mengutip sebuah web bernama tokunaga, menurut web tersebut, sekitar 20-40 persen remaja pernah mengalami cyberbullying baik sebagai korban maupun pelaku. Namun sayangnya, mereka tidak pernah menyadari hal itu," kata psikolog anak dan keluarga, Roslina Verauli, pada jumpa pers di Jakarta, Rabu.
Roslina mengungkapkan banyak anak yang merasa dijauhi oleh teman-temanya dan rahasianya tidak bisa disimpan.
Mereka bisa juga sering diejek dengan kata kata kasar di dunia maya sehingga ingin pindah sekolah. Hal-hal itu menandai bahwa seorang anak telah menjadi korban "cyberbullying".
Ada tiga faktor yang menyebabkan mental seseorang rentan dari bahaya cyberbullying, yaitu faktor personal, keluarga dan sekolah.
Faktor personal dari korban atau pelaku cyberbullying dapat dibedakan salah satunya dari sisi kepribadiannya.
Misalnya korban cyberbullying ini cenderung tertutup dan menyendiri, sedangkan pelakunya bisa dikatakan populer sehingga menjadikanya seseorang yang anti sosial.
Selain itu, faktor keluarga juga sangat menentukan bagaimana seorang anak bersosialisasi dengan lingkunganya. ''Oleh karena itu, orang tua tidak perlu berlebihan dalam melakukan pengawasan terhadap anaknya,'' kata Roslina.
Faktor sekolah yang tidak memberikan sanksi tegas terhadap perilaku kekerasan juga menjadi pemicu terjadinya cyberbulling.