REPUBLIKA.CO.ID, BANDARLAMPUNG -- Lembaga Bantuan Hukum Bandarlampung menegaskan bahwa harta Andy Achmad Sampurnajaya, mantan Bupati Lampung Tengah yang menjadi terpidana kasus korupsi APBD wajib disita secara paksa meskipun tidak mencapai Rp 20,5 miliar sesuai putusan Mahkamah Agung.
"Sesuai dengan amar putusan Mahkamah Agung, sudah menjadi harga mati untuk dilaksanakan oleh Kejaksaan Tinggi Lampung bahwa terpidana itu diwajibkan untuk membayar uang pengganti tersebut," kata Direktur LBH Bandarlampung, Wahrul Fauzi Silalahi di Bandarlampung, Ahad (17/2).
Dia mengingatkan, berdasarkan putusan MA jika dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, uang pengganti tidak dibayar, maka harta bendanya disita untuk negara. "Jadi berapa pun harta yang didapatkan dari terpidana itu, wajib hukumnya untuk dilakukan penyitaan sebagai uang pengganti," ujar dia pula.
Menurut Wahrul, jangan kemudian mendalilkan bahwa ketika tidak memenuhi Rp 20,5 miliar langsung diganti dengan kurungan tambahan.
LBH Bandarlampung, menurut Wahrul, justru mempertanyakan semangat progresif Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memiskinkan para koruptor dan dimana semangat mengembalikan uang negara yang telah dikorupsi itu.
Karena itu, ujar dia, LBH Bandarlampung justru mempertanyakan perbedaan pendapat dan ketidakjelasan sikap Kejati Lampung berkaitan dengan kewajiban eksekusi harta terpidana Andy Achmad Sampurnajaya itu.
Dia menilai, sikap Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Lampung M Teguh yang menyatakan tidak akan menyita secara paksa harta milik Andy Achmad karena tidak mencukupi sesuai ketentuan putusan MA, sehingga hanya akan mengeksekusi dengan tambahan kurungan menunjukkan adanya ketakutan terhadap terpidana korupsi itu, atau adakah kemungkinan sudah terbuka ruang negoisasi berkaitan eksekusi harta tersebut.
Ia berpendapat, uang senilai Rp20,5 miliar tidaklah sedikit, sehingga Kejati Lampung harus tegas dan berani untuk menyita harta Andy Achmad itu.
LBH Bandarlampung menilai, sejak dari awal penyidikan dan penuntutan dalam kasus itu, jaksa terlihat sudah meremehkan dan gagal untul melaksanakan pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi yakni dalam melakukan inventarisasi aset serta pembekuan rekening dan tindakan tegas lain terhadap harta dan aset yang diduga hasil kejahatan.