REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Wakil Ketua Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Abdul Hakam Naja mengatakan, saat ini Majelis Ulama Indonesia masih merupakan pemegang sertifikasi halal secara de facto.
Kalau pun ada ormas lainnya seperti Nahdlatul Ulama ( NU) memiliki badan sertifikasi halal, untuk saat ini masih MUI yang berwenang.
Namun, jelas Hakam, Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU-JPH) saat ini masing digodok di DPR. Dalam RUU tersebut saat ini masih diperdebatkan siapa yang berwenang secara hukum memegang sertifikasi halal.
“Bisa MUI, lembaga di bawah pemerintah, maupun ormas-ormas yang ada. Namun belum ada keputusan hingga saat ini,” kata Hakam di Jakarta, Ahad, (17/2).
Sebagai lembaga yang sudah lama berkiprah dalam sertifikasi halal, kata Hakam, MUI harus diberi apresiasi. Selama ini MUI menjalankan fungsinya dalam menentukan kehalalan produk makanan atau minuman. “MUI sudah melindungi masyarakat dari produk haram,” katanya.
Makanya, kata Hakam, dalam RUU-JPH nanti, MUI diupayakan masih bisa memegang sertifikasi halal sebab kiprah MUI sudah diakui secara internasional. Indonesia dinilai ketat dalam urusan makanan halal dan haram karena MUI aktif mengurusi masalah ini.
Meski demikian, ujar Hakam, peran ormas lain tidak bisa diabaikan. Nanti bagaimana pembagian kewenangannya bisa diketahui setelah RUU JPH disahkan.