REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Belum selesai masalah bocornya draf surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sebagai tersangka gratifikasi untuk kasus dugaan korupsi proyek Hambalang, kini dugaan kebocoran dokumen kembali terjadi di KPK. Surat permohonan cegah ke luar negeri untuk saksi Ridwan Hakim, anak dari Ketua Majelis Syuro PKS Hilmi Aminuddin diduga juga bocor sehingga Ridwan bisa terbang ke Turki sehari sebelum pengiriman surat cegah ke Ditjen Imigrasi Kemenkumham.
"KPK harus teliti ini by accident atau by design. Kalau memang by design atau bocor lagi, ini membuat citra KPK semakin buruk lagi," kata Koordinator Divisi Politik ICW, Ade Irawan yang dihubungi ROL, Ahad (17/2).
Ade menambahkan KPK harus melakukan investigasi untuk mengungkap adanya 'kebetulan' dalam kepergian Ridwan Hakim ke luar negeri. Apakah memang Ridwan telah berencana ke luar negeri atau mengetahui dirinya akan dicegah ke luar negeri.
KPK juga memiliki kewajiban untuk menghadirkan Ridwan sebagai salah satu saksi penting dalam kasus tersebut. Penanganan terhadap Ridwan, lanjutnya, harus sama seperti yang dilakukan KPK dalam mencari Nazaruddin dan Neneng yang telah ke luar negeri sebelum dicegah ke luar negeri.
Apakah KPK akan melibatkan interpol dan meminta untuk menerbitkan red notice terhadap Ridwan, ia mengakui KPK pasti memiliki mekanisme sendiri. Ia berharap jika pada dua panggilan terhadap Ridwan tidak dipenuhi, maka KPK harus memanggil paksa pada panggilan ketiga dan harus melibatkan interpol.
"Saya kira dia (Ridwan Hakim) punya peran maka mau nggak mau harus hadirkan dia dengan cara apapun," tegasnya.
Sementara itu, juru bicara KPK, Johan Budi membantah adanya kebocoran surat pencegahan kepada Ridwan Hakim. Ia mengaku malah baru mengetahui Ridwan sudah berada di luar negeri dari pemberitaan media. "Tidak ada kebocoran dalam surat itu, karena sudah disampaikan kepada publik, kan bisa saja dia (Ridwan) pergi dengan berbagai alasan," kelitnya.