REPUBLIKA.CO.ID,SEMARANG--Hakim ad hoc nonaktif Pengadilan Tipikor Pontianak Heru Kisbandono dituntut hukuman penjara sepuluh tahun dalam kasus suap terhadap majelis hakim terkait dengan penanganan korupsi APBD Kabupaten Grobogan.
Tim jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi juga memohon kepada majelis hakim agar menjatuhkan denda sebesar Rp 350 juta subsider lima bulan penjara kepada terdakwa dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Semarang, Kamis.
Menurut jaksa penuntut umum yang terdiri atas KMS A Roni, Pulung Rinandoro, Mochammad Wiraksajaya, dan Rusdi Amin, terdakwa terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama terdakwa lain.
"Atas perbuatannya tersebut, terdakwa melanggar Pasal 12 ayat 1 (c) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI No 31/1999 junto Pasal 55 ayat 1 KUH Pidana," kata jaksa Roni.
Menurut tim jaksa penuntut umum, hal-hal yang memberatkan terdakwa antara lain perbuatan terdakwa tidak sesuai dengan program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi dan terdakwa merupakan hakim.
Usai mendengar pembacaan tuntutan jaksa penuntut umum, terdakwa yang didampingi tim penasihat hukumnya berencana mengajukan nota pembelaan pada sidang selanjutnya.
Majelis hakim yang terdiri atas Jhon Halaan Butarbutar, Winarto, dan Agus Prijadi kemudian menunda sidang dan akan melanjutkan kembali pada Senin (25/2) dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa atas tuntutan jaksa penuntut umum.
Ditemui usai sidang, terdakwa Heru tidak bersedia memberikan komentar terkait tuntutan jaksa penuntut umum. "'No comment', nanti saya sampaikan pada pembelaan," ujarnya singkat.
Fajar Tri Nugroho selaku salah seorang penasihat hukum terdakwa menilai bahwa tuntutan hukuman jaksa terhadap kliennya itu sangat berat.
"Tuntutan jaksa sangat berat karena klien kami kooperatif dan menjadi 'justice collaborator' serta ikut membongkar pelaku-pelaku lain yang terlibat dalam kasus ini," katanya.
Pada Jumat (17/8) pukul 10.00 WIB, tim KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap dua orang hakim "ad hoc" Pengadilan Tipikor di Semarang.
Kedua hakim tersebut adalah KM (Kartini Marpaung) yang merupakan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang dan HK (Heru Kisbandono), hakim ad hoc pengadilan Tipikor Pontianak, keduanya adalah mantan pengacara.
Selain dua hakim, KPK juga menangkap SD (Sri Dartuti) yang merupakan adik kandung M. Yaeni di tempat terpisah dan diduga menjadi penghubung dengan orang yang perkaranya sedang diperiksa di Pengadilan Tipikor Semarang.