Kamis 14 Feb 2013 13:34 WIB

BPK: Negara Berpotensi Rugi dari Impor Daging

  Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2).   (Republika/Wihdan Hidayat)
Pedagang daging melayani pembeli daging sapi di Pasar Tebet, Jakarta Selatan, Senin (4/2). (Republika/Wihdan Hidayat)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Ali Masykur Musa mengatakan audit pengadaan impor daging sapi di Kementerian Pertanian akan selesai pada Maret mendatang. Dari kesimpulan sementara, BPK menemukan adanya potensi kerugian negara dari pengadaan impor daging sapi.

"Saat ini audit pengadaan impor daging sapi sudah 80 persen dan sedang dalam proses penyelesaian di sidang badan," ujarnya di Jakarta, Kamis (14/2).

Ali Masykur mengatakan audit tersebut mulai dilakukan sejak November 2012 lalu dan menurut rencana akan dilaporkan bersamaan dengan penyerahan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) pada April 2013. Tetapi, BPK memutuskan untuk menyerahkan hasil audit pengadaan impor daging sapi tersebut kepada DPR RI, lebih awal dari jadwal semula.

"Lebih cepat dari April, karena berdasarkan keputusan dari sidang badan akan diserahkan secara parsial, dan tidak menjadi bagian dari IHPS," kata Ali Masykur.

Ali Masykur belum mengumumkan hasil keseluruhan dari pemeriksaan dengan tujuan tertentu tersebut, namun dari kesimpulan sementara terdapat potensi kerugian negara dari pengadaan impor daging sapi. "Dimungkinkan ada kerugian negara, namun berapa besarnya tidak boleh dibuka," katanya.

Ia memastikan BPK telah melakukan pemeriksaan kepada Kementerian Pertanian, Badan Karantina, Ditjen Bea dan Cukai serta perusahaan yang mendapat jatah kuota impor daging sapi dalam audit ini. "Kita juga telah memeriksa eksportirnya di Australia, jadi kita telah memeriksa dari hulu hingga hilir," ujarnya.

Menurut dia, BPK telah melakukan audit pengadaan impor daging sapi secara rutin sejak tahun 2010 dan kesimpulannya pengadaan impor yang dilakukan Kementerian Pertanian selalu melebihi kuota dari yang telah ditetapkan dalam tahun berjalan.

Kesimpulan lainnya, adalah tidak ada kecocokan antara Kementerian Pertanian, Badan Karantina dan Ditjen Bea dan Cukai terkait data impor dan realisasi pengadaan selalu melebihi tanda terima (invoice). "Realisasi yang terdokumentasi di Bea Cukai dengan Badan Karantina berbeda. Dengan demikian kesimpulan audit tahun 2010-2011, realisasi selalu melebihi rencana sehingga ada data yang tidak akurat," papar Ali Masykur.

Dari hasil audit tersebut, BPK memberikan rekomendasi agar perlindungan terhadap produksi ternak dalam negeri harus diupayakan dan koordinasi Kementerian Pertanian, Badan Karantina serta Ditjen Bea dan Cukai harus lebih sinkron dalam penyediaan data kuota impor.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement