Kamis 14 Feb 2013 12:09 WIB

KPK Periksa Anggito dan Muliaman Terkait Century

Director General for Haj and Umrah at Ministry of Religious Affairs, Anggito Abimanyu
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Director General for Haj and Umrah at Ministry of Religious Affairs, Anggito Abimanyu

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi menjadwalkan pemeriksaan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Anggito Abimayu dan Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman untuk kasus korupsi pemberian dana talangan fasilitas pendanaan jangka pendek ke Bank Century.

"Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BM (Budi Mulya)," kata Kepala Bagian Informasi dan Pemberitaan KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.

Budi Mulya adalah mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia yang sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 7 Desember 2012, ia menjadi tersangka bersama dengan mantan Deputi Bidang V Pengawasan BI Siti Chodijah Fajriah.

Pada saat kasus Century terjadi Anggito menjabat sebagai Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan yang bertugas untuk menyusun kebijakan teknis, rencana dan program analisis di bidang kebijakan fiskal, sedangkan Muliaman adalah mantan Deputi Gubernur BI.

KPK hari ini juga memeriksa mantan Direktur Direktorat Pengawasan Bank I BI Zainal Abidin

sebagai saksi dalam kasus tersebut.

Zainal yang sudah beberapa kali diperiksa KPK adalah pejabat BI yang mendapat tembusan permohonan FPJP dari Bank Century, ia kemudian mengirimkan laporan tertulis kepada Gubernur BI Boediono dan Siti Chodijah Fajriah pada 30 Oktober 2008.

Budi Mulya dan Siti C Fajriah dikenakan pasal penyalahgunaan kewenangan dari pasal 3 Undang-undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah pada UU No 20 tahun 2001 tentang perbuatan menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, menyalahgunakan kewenangan karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan negara dengan ancaman penjara maksimal 20 tahun dan denda Rp1 miliar.

Pemberian pinjaman ke Bank Century bermula saat bank tersebut mengalami kesulitan likuiditas pada Oktober 2008. Manajemen Century mengirim surat kepada Bank Indonesia pada 30 Oktober 2008 untuk meminta fasilitas repo aset senilai Rp 1 triliun.

Namun Bank Century tidak memenuhi syarat untuk mendapat FPJP karena masalah kesulitan likuiditas Century sudah mendasar akibat penarikan dana nasabah dalam jumlah besar secara terus-menerus.

Century juga tidak memenuhi kriteria karena rasio kecukupan modal (CAR) yang hanya 2,02 persen, padahal, sesuai dengan aturan Nomor 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008, syarat untuk mendapat bantuan itu adalah CAR harus 8 persen.

Audit Badan Pemeriksa Keuangan atas Century menyimpulkan adanya ketidaktegasan Bank Indonesia terhadap bank milik Robert Tantular tersebut karena diduga mengotak-atik peraturan yang dibuat sendiri agar Century bisa mendapat FPJP yaitu mengubah Peraturan Bank Indonesia No 10/26/PBI/2008 mengenai persyaratan pemberian FPJP dari semula dengan CAR 8 persen menjadi CAR positif.

BPK menduga perubahan ini hanya rekayasa agar Century mendapat fasilitas pinjaman itu karena menurut data BI, posisi CAR bank umum per 30 September 2008 berada di atas 8 persen, yaitu berkisar 10,39 - 476,34 persen dan satu-satunya bank yang CAR-nya di bawah 8 persen hanya Century.

BI akhirnya menyetujui pemberian FPJP kepada Century sebesar Rp502,07 miliar karena CAR Century sudah memenuhi syarat PBI; belakangan BI bahkan memberi tambahan FPJP Rp187,32 miliar sehingga total FPJP yang diberikan BI kepada Century sebesar Rp689 miliar.

Posisi CAR Century ternyata sudah negatif 3,53 bahkan sejak sebelum persetujuan FPJP artinya BPK menilai BI telah melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 yang menyatakan bank yang dapat mengajukan FPJP adalah bank dengan CAR positif.

Selain itu jaminan FPJP Century hanya Rp 467,99 miliar atau hanya 83 persen yang melanggar PBI No 10/30/PBI/2008 mengenai jaminan kredit.

Kucuran dana segar kepada Bank Century dilakukan secara bertahap, tahap pertama bank tersebut menerima Rp2,7 triliun pada 23 November 2008.

Tahap kedua, pada 5 Desember 2008 sebesar Rp2,2 triliun, tahap ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp1,1 triliun dan tahap keempat pada 24 Juli 2009 sebesar Rp630 miliar sehingga total dana talangan adalah mencapai Rp6,7 triliun.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement