REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Surat perintah penyidikan (Sprindik) atas nama Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang dengan tanda tangan tiga pimpinan KPK, tersebar di kalangan para wartawan. KPK membantah Sprindik tersebut.
Juru Bicara KPK, Johan Budi SP mengatakan pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus megaproyek senilai Rp 2,5 triliun tersebut. Menurutnya sampai saat ini belum ada kesimpulan terkait status Anas dalam kasus itu.
"Belum ada kesimpulan," kata Johan Budi SP yang dihubungi wartawan di KPK, Jakarta, Senin (11/2).
Status Anas, tuturnya, belum dapat disimpulkan sebagai tersangka meski ada dokumen yang menyebutkan Anas telah tersangka. Status Anas dalam kasus Hambalang baru sebagai terperiksa dan belum diperiksa sebagai saksi. Anas pernah dimintai keterangan saat kasus itu masih dalam tahap penyelidikan.
Mengenai dokumen yang menyebutkan Anas sebagai tersangka gratifikasi dalam kasus Hambalang, pihaknya akan melakukan pemeriksaan apakah dokumen tersebut benar milik KPK atau bukan. Jika benar milik KPK, lanjutnya, dokumen tersebut bukan surat perintah penyidikan (sprindik).
Ia berkelit dokumen itu adalah dokumen administrasi atau dokumen keputusan apakah sprindik dikeluarkan atau tidak. Ketika ditanya apakah dalam gelar perkara itu penyidik dan pimpinan sudah punya kesimpulan sementara soal status Anas sebagai tersangka di Hambalang, Johan mengelak.
"Kan harus dicek dulu (keabsahan dokumen tersebut). Baru bicara soal itu. Urutan langkah seperti itu dulu. Bahwa KPK melakukan penyelidikan Hambalang, kita memang lakukan," ujarnya.
Sebelumnya, dalam dokumen yang diduga Sprindik tercantum nama Anas Urbaningrum sebagai tersangka gratifikasi berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 Undang Undang Nomor 20/2011 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Tercantum juga tiga tandatangan pimpinan KPK yakni Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Praja.