REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Indobarometer, M Qodari menyatakan tarik menarik pengaruh antara faksi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan faksi Anas Urbaningrum bakal semakin menguat.
Hal ini, menurutnya, dipicu keputusan majelis tinggi yang tidak memiliki dasar hukum Partai Demokrat. "Pidato SBY semakin menguatkan tarik menarik di internal Demokrat," kata Qodari kepada Republika, Minggu (10/2).
Qodari menilai istilah pelucutan kepada Anas tidak tepat. Pasalnya pascapidato SBY tidak ada perubahan konstelasi politik yang berarti di tubuh Partai Demokrat. Anas misalnya, masih melaksanakan fungsi dan tugasnya sebagai ketua umum seperti ikut melantik pengurus DPC Partai Demokrat dan meresmikan pencalonan bupati wakil bupati Demokrat di daerah.
"Tugas wewenang ketua umum tidak berubah," katanya.
Menurut Qodari permintaan SBY kepada DPD, DPC, dan Fraksi Demokrat di DPR agar melaporkan tanggung jawab kerja ke majelis tinggi tidak ada dalam AD/ART Partai Demokrat.
Pasalnya kewenangan majelis tinggi hanya menentukan calon presiden dan wakil presiden, calon gubernur dan wakil gubernur, serta calon bupati dan wakil bupati. "Saya melihat permintaan melapor tidak ada dasar di AD/ART," ujarnya.
Dampak dari keputusan majelis tinggi hanya bisa dilihat dari seberapa besar kader Demokrat melaksanakan keputusan itu. Sejauh ini Qodari melihat tidak ada perubahan politik yang berarti pascaputusan majelis tinggi. Dia percaya pertarungan di internal Demokrat masih panjang. "Pertarungan ini masih panjang," katanya.