Kamis 07 Feb 2013 00:56 WIB

KPU Batasi Politikus Pemilik Media, AJI Setuju

Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejumlah Ketua umum Partai berfoto bersama dengan membawa no urut usai Pengundian nomor urut parpol peserta Pemilu 2014 di Kantor KPU, Jakarta, Senin (14/1).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) berupaya membatasi pemilik media yang juga politikus dari partai peserta pemilu, yang mengeksploitasi medianya untuk menyebarkan pengaruh politiknya. Upaya tersebut mendapat dukungan dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

"AJI sebagai organisasi jurnalis bersama komunitas pers ingin mendukung penuh apa yang dilakukan oleh KPU untuk menegakkan aturan pemilu dan membatasi pengaruh yang akan dimanfaatkan oleh pemilik media yang juga menjadi pimpinan atau politikus parpol," kata Ketua Umum AJI Eko Maryadi di Jakarta, Rabu (6/2).

Menurut dia, sudah saatnya KPU membuktikan lembaga negara tersebut mampu membuat aturan yang dapat diterapkan dengan baik dalam penyelenggaraan pemilu. 

"KPU harus membuktikan apakah lembaga itu kredibel dan layak dihormati atau tidak. Jadi, soal efektif atau tidaknya aturan itu tergantung pada kiprah KPU sendiri untuk menegakkan aturan yang dibuatnya sendiri," ujarnya.

Namun, Eko juga khawatir kalau peraturan KPU yang melarang tokoh parpol 'menguasai' media masa itu dapat dengan mudah dilanggar para politikus pemilik media.

"Saya mempunyai kekhawatiran bahwa upaya KPU untuk membatasi pengaruh politikus melalui media, terutama mereka yang mampu mengarahkan publik untuk tujuan pemilu, akan sulit dilaksanakan," katanya.

Dia berpendapat peraturan itu cenderung mudah diakali dan selalu ada celah bagi para politikus untuk melanggar peraturan KPU itu tanpa diketahui secara langsung.

"Misalnya, jauh-jauh hari sebelum waktu untuk kampanye di media, parpol sudah berkampanye 'sembunyi' walaupun tidak melalui televisi, seperti ucapan selamat berukuran besar dari parpol pada koran atau baliho di pinggir jalan yang menggambarkan tokoh parpol atau kandidat presiden," jelasnya.

"Ini merupakan bukti cara-cara parpol untuk mengakali aturan KPU itu selalu ada. Jadi, KPU harus jeli dan waspada," lanjutnya.

Dia menambahkan, KPU perlu menunjukkan keberanian yang lebih untuk menegakkan 'aturan main' dalam pemilu yang telah ditetapkan.

Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menandatangani nota kesepahaman untuk bekerja sama dalam mengawasi penayangan siaran kampanye oleh parpol peserta Pemilu 2014.

KPU dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) akan menentukan sejumlah batasan pelaksanaan kampanye Pemilu 2014 menggunakan media massa, termasuk larangan tokoh parpol memiliki media massa.

"Dalam pelaksanaan, yang paling kami batasi adalah soal kepemilikan media massa, seperti stasiun televisi oleh tokoh yang kebetulan memiliki kepentingan dan aspirasi dalam partai politik," kata Ketua KPI Pusat, Mochamad Riyanto.

Kedua lembaga negara tersebut juga akan memperketat 'aturan main' dalam pemanfaatan media, seperti televisi dan radio untuk kampanye. Sebanyak 110 sanksi telah disiapkan bagi partai politik (parpol) maupun media penyiaran yang melanggar.

Menurut Riyanto, pengawasan itu dilakukan untuk mencegah tindak pelanggaran oleh parpol peserta pemilu. "Bentuk pelarangan itu di antaranya pihak stasiun TV menerima parpol untuk kampanye di luar waktu yang disediakan KPU. 

Kampanye terselubung yang dikemas dalam berbagai program seperti ucapan hari raya, iklan layanan masyarakat, hingga acara kampanye yang dibuat seolah-olah menjadi berita," katanya.

"Kami juga membatasi televisi yang memiliki afiliasi dengan partai politik tertentu," kata Riyanto menambahkan.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement