REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) mengendus cara koruptor dalam mengamankan uang hasil tindak korupsinya semakin canggih. Hanya yang membuatnya prihatin, koruptor semakin kehilangan akal sehat dan cenderung menjerumuskan keluarganya agar uang haram yang didapatkannya bisa diamankan.
Sayangnya, kata Wakil Ketua PPATK Agus Santoso, segala macam trik pengelabuan koruptor itu tetap terdeteksi sistem. Alhasil, segala macam usaha koruptor itu bakal berakhir sia-sia lantaran aliran dana korupsi terekam dalam data base PPATK.
Agus mencontohkan kasus koruptor kelas kakap yang berusaha melajukan tindak pidana pencucian uang dengan memanfaatkan anggota keluarga. Karena banyaknya duit yang diembat, koruptor dengan segala cara membuka nomor rekening baru atas nama istri, anak, dan saudara.
Yang membuat Agus miris, ada anak yang usianya di bawah lima tahun (balita) memiliki rekening miliaran. Hal itu berdampak pada ikut terseretnya balita itu ke dalam daftar orang yang menikmati hasil korupsi.
Semua modus itu sudah dilaporkan kepada lembaga penegak hukum. Kalau tidak ada tindakan, kata dia, itu menjadi urusan aparat berwenang, bukan PPATK.
"Koruptor tega mengunakan rekening keluarganya dan hal yang menyedihkan adalah menggunakan rekening anaknya yang masih balita," kata Agus. "Anak itu sudah masuk data saya, sebagai pelaku pencucian uang gara-gara bapaknya korupsi," imbuhnya.
Dampak dari memiliki rekening dalam jumlah banyak, Agus melanjutkan, sang balita yang tidak berdosa itu bisa menanggung risiko di masa depan. Salah satunya adalah jika suatu saat nanti mereka sebagai PNS, maka kariernya akan stagnan. Pasalnya, umpama akan ikut tes pimpinan di BUMN/BUMD, maka PPATK akan mencoret nama mereka lantaran terlanjur mendapat cap sebagai koruptor sejak kecil.
"Di KPK kita lihat sekarang, ada banyak suami istri, anak dan bapak kena kasus korupsi semua. Sangat menyedihkan," tandas Agus.