REPUBLIKA.CO.ID, CIKARANG PUSAT -- Dinas Peternakan, Perikanan, dan Kelautan (DPPK) Kabupaten Bekasi telah menggelontorkan bantuan ke nelayan di Muara Gembong setiap tahunnya. Namun bantuan tersebut memang masih ditujukan untuk perkumpulan nelayan.
Sehingga apabila ada nelayan yang menginginkan bantuan, dia harus tergabung dalam suatu kelompok. Dengan beranggotakan minimal sepuluh orang, kelompok itu akan menjadi Kelompok Usaha Bersama (KUB). Nantinya kelompok tersebut harus membuat proposal dan dikirimkan ke DPPK. Kemudian syarat lain yang mesti dipenuhi adalah mereka harus sudah menanam mangrove di sekitar tepi laut.
"Kemudian ada survey yang kami lakukan, apakah mereka benar nelayan? Jenis bantuan apa yang akan diberikan? Setelah itu kami menyusun kajian teknis ke sana," kata Agus Trihono, Kepala DPPK Kabupaten Bekasi, kepada Republika, Selasa (29/1).
Agus menambahkan, bantuan tersebut bentuknya berupa barang keperluan melaut. Satu paket jala, yaitu jaring milenium dan jaring rampus. Selain itu, juga ada kotak pendingin untuk mengawetkan ikan hasil tangkapan. Bantuan ini sudah menjadi program tahunan DPPK Kabupaten Bekasi. Biasanya bantuan akan diberikan pada triwulan pertama dan kedua. Pada tahun lalu, ada sekitar 10 kelompok yang telah menerima bantuan itu.
Agus mengakui, sistem pemberian bantuan ini agar merangsang nelayan untuk bisa membangun organisasi keuangan. Sehingga apabila sudah maju, nantinya kelompok tersebut bisa berubah menjadi koperasi simpan pinjam. Namun, Agus tidak menampik apabila banyak nelayan perorangan yang belum mendapatkan bantuan khusus dari Pemkab Bekasi.
"Memang banyak yang mengeluh belum dapat bantuan. Tapi dengan sistem itu, setidaknya apabila nelayan tidak bisa melaut karena cuaca, mereka bisa mengandalkan koperasi tersebut," ujar Agus.
Sedangkan untuk bantuan dana pinjaman, Agus mengaku, pihaknya memang tidak mengalokasikan anggaran untuk bantuan dana pinjaman.
Pihaknya hanya mengimbau dan mensosialisasikan kepada nelayan perihal paket pinjaman kredit dari bank. Setelah itu tinggal bank dan nelayan yang mengurus kelanjutan proses pengajuan kredit tersebut. DPPK hanya memfasilitasi.
Kendala utama yang terjadi dalam pengajuan kredit itu, menurut Agus, sebagian besar karena tidak adanya atau belum pastinya agunan yang diberikan nelayan. Biasanya agunan yang diminta adalah sertifikat tanah. "Tapi kan banyak di antara nelayan yang tidak memiliki sertifikat tanah. Selama ini mereka kan tinggal di tanah negara, yaitu lahan milik Perhutani," tutur Agus.
Ke depannya, Agus telah mendorong dan memberi masukan ke Pemerintah Pusat untuk melakukan peningkatan status tanah di sekitar Muara Gembong.