REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Gagasan untuk mengalihkan ibu kota dari Jakarta ke tempat lain terus bergulir. Kali ini anggota Tim Visi Indonesia 2033 Andrinof Chaniago menyatakan pemindahan ibu kota merupakan sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditunda.
Berdasarkan kajian Tim Visi Indonesia 2033, ungkapnya,, kompleksitas masalah Jabodetabek pada masa mendatang sangat rumit kalau pusat perdagangan dan pemerintahan tidak dipisah. “Wacana pindah ibu kota pemerintahan selalu relevan. Karena ia solusi untuk banyak hal. Bukan cuma untuk mencegah risiko banjir ekstrem,” kata Andrinof melalui akun twitter, @andrinof_a_ch, Ahad (20/1).
Ia melanjutkan, Visi Indonesia 2033 lahir karena Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) 2000-2025 yang disusun pemerintah terlalu normatif. Kalau dibiarkan begitu saja maka tidak ada yang bisa jadi pegangan aksi tepat sasaran. Adapun Visi 2030 yang digelorakan salah satu pengusaha besar dianggapnya sesat.
Menurut dia, mata elite pusat terhadap persoalan Jabodetabek agak teruka ketika ada banjir ekstrem. Begitu juga kalau ada pengawalan iring-iringan mobil Presiden lewat hanya bisa bikin jengkel lantaran membuat jalanan yang sudah macet bertambah macet.
Dengan pertumbuhan penduduk di kawasan Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Bodetabek) sekarang 4,5 persen per tahun, sulit untuk mengurangi kemacetan dengan tingkat urbanisasi yang sangat tinggi. Gara-gara kondisi itu, kata dia, kerugian macet per tahun sebesar Rp 43 triliun.
Karena itu, Andrinof sangat setuju kalau ibu kota dipindahkan ke luar Jawa. Pandangan itu, ujjarnya berdasarkan rancang bangun Indonesia, yaitu penduduk di Jawa mencapai 58 persen dari total sekitar 240 juta.
Padahal luas tanahnya hanya 7 persen dari total daratan Indonesia. Adapun 42 persen penduduk Indonesia tersebar di seluruh pulau.
“Pulau Jawa ini sudah dikasih Tuhan untuk menjadi sentra pangan. Suburnya 3,5 kali rata-rata luar Jawa, hujan juga ditumpuk di sini, sayangnya industri 80 persen juga di sini,” keluh dosen Universitas Indonesia itu.
Gara-gara salah kelola dalam rancang bangun sebaran penduduk itu, Indonesia, ujar Andrinof, tidak bisa menjadi negara mandiri.