REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menjelang pemilihan umum legislatif 2014, para penggiat hak asasi manusia (HAM) mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus selektif dalam menerima daftar calon legislatif yang diajukan parpol. KPU harus berani menyoret nama-nama caleg yang bermasalah.
Koordinator Eksekutif Kontras, Haris Azhar, mengatakan pada pemilu 2009, banyak keterlibatan politisi, fungsionaris partai, hingga simpatisan parpol yang memanfaatkan wewenangnya untuk kepentingan parpol. Hal itu dilakukan melalui beragam modus, seperti ekspolitasi sumber daya alam di daerah tertentu.
"KPU harus membangun terobosan dengan cara meminta masukan dari sejumlah institusi negara. Seperti KPK, Komnas HAM, Ombudsman, KPAI, PPATK," kata Haris, di Jakarta, kemarin.
Haris menilai KPU harus menggandeng institusi yang punya kekuatan besar untuk melakukan kontrol terhadap praktik-praktik yang sifatnya luar biasa. Mengingat pelaksanaan pemilu banyak bergantung pada kekuatan tertentu. Menurutnya, KPU harus pro-aktif dan tidak hanya berorientasi pada hal-hal yang sifatnya normatif.
Dengan menggandeng institusi Negara seperti KPK, Komnasham, Ombudsman, lanjutnya, KPU bisa memastikan caleg yang diajukan parpol tidak memiliki persoalan-persoalan yang akan mempengaruhi kinerjanya sebagai pejabat publik. Dengan begitu, ditemukan caleg yang mumpuni, berkualitas, dan berintegritas.
“Dari laporan dan rekomendasi dari institusi Negara tersebut, KPK bisa me-reject dan mencoret caleg-caleg yang bermasalah. Komnasham punya banyak rekomendasi, KPK terima banyak laporan korupsi. Ditelusuri sampai sejauh mana validitas laporannya,” ungkap Haris.
Tidak hanya sebatas caleg, calon presiden dan calon wakil presiden yang memiliki rekam jejak buruk juga seharusnya bisa ditolak KPU. Seperti nama-nama yang memiliki catatan pelanggaran HAM berat, atau melakukan penjarahan sumber daya alam demi kepentingan pribadi.