REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah telah menyepakati perubahan komposisi pembiayaan proyek mass rapid transit (MRT). Namun, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa enggan mengungkapkan pembagian persentase antara pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam pembiayaan megaproyek tersebut.
"Nanti saja (setelah persetujuan diterima oleh Gubernur DKI Jakarta)," kata Hatta kepada wartawan seusai rapat koordinasi di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (15/1).
Hatta menjelaskan, dirinya baru akan mengungkapkan besaran pembagian presentase antara pemerintah pusat dan Pemprov DKI Jakarta apabila keputusan Menko Perekonomian telah diterima oleh Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi).
Keputusan tersebut sedang dipersiapkan untuk kemudian ditandatangani olehnya hari ini. "Setelah ditandatangani, baru akan saya sampaikan (pembagian presentasenya)," ujar Hatta.
Lebih lanjut, Ketua Umum Partai Amanat Nasional ini meyakini keputusan yang diambil dalam rapat koordinasi hari ini akan diterima oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Terlebih, dalam rapat koordinasi terkait MRT sepekan silam, Hatta menjamin keputusan yang diambil akan memuaskan semua pihak.
Hatta menambahkan, dalam rapat koordinasi kali ini, pihaknya menerima laporan dari tim evaluasi terkait pembiayaan MRT. Tim evaluasi merekomendasikan agar dilakukan perubahan terhadap komposisi pembiayaan dalam proyek senilai Rp 15,7 triliun itu.
Persentase yang diajukan oleh Jokowi yakni 70-30 (70 persen pemerintah pusat, 30 persen pemerintah daerah) maupun 60-40 (60 persen pusat, 40 persen daerah) turut menjadi pertimbangan tim evaluasi. Hasil evaluasi telah disampaikan ke Kemenko Perekonomian untuk kemudian dilakukan perubahan.
Menjelang akhir 2012 silam, Jokowi mengajukan surat kepada Hatta Rajasa terkait keberatannya terhadap besaran presentase pembiayaan proyek MRT. Berdasarkan keputusan Menko Perekonomian 2005, beban yang harus ditanggung oleh Pemprov DKI Jakarta mencapai 58 persen sedangkan sisanya ditanggung pusat.
Dalam perjalanannya, terjadi berbagai perubahan mulai dari besaran investasi akibat penambahan stasiun hingga panjang jalur bawah tanah (underground) sepanjang 1,6 Km. Perubahan tersebut menimbulkan perubahan investasi dengan estimasi total biaya proyek mencapai Rp 15,7 triliun.
Dalam perhitungan sementara, Pemprov DKI Jakarta mengaku berat dengan beban yang ada sebab dapat berpengaruh ke harga tiket. Oleh karena itu, Pemprov DKI Jakarta di bawah Jokowi meminta kepada perubahan untuk dilakukan perubahan.
Proyek MRT direncanakan bermula dari Lebak Bulus hingga Bundaran Hotel Indonesia dengan rute sepanjang 15,7 km dengan rincian 9,8 km berupa jalur layang dan sisanya berada di bawah tanah. Ditargetkan, koridor ini rampung pada 2015.
Selain itu, direncanakan pula pembangunan koridor Bundaran HI sampai Kampung Bandan dengan rute sepanjang 8,1 km yang diharapkan tuntas 2018 mendatang.