REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan Pasal 73 ayat (2) dan Pasal 78 Undang-Undang (UU) 29/2004 tentang Praktik Kedokteran.
Ketua MK Mahfud MD mengatakan, pasal itu bertentangan dengan UUD 1945 sehingga tidak berlaku lagi. “Mengabulkan permohonan untuk seluruhnya,” katanya di gedung MK, Selasa (15/1).
Judicial review UU Praktik Kedokteran itu dilakukan Pengurus Perkumpulan Asosiasi Tukang Gigi Mandiri (Astagiri) dan Hamdani Prayogo, mewakili tukang gigi.
Menurut hakim konstitusi Hamdan Zoelva, keberadaan tukang gigi sudah ada sejak aturan itu diberlakukan, sehingga pelarangan praktik bagi tukang gigi tidak dibenarkan sesuai konstitusi.
Adanya aturan itu telah mengekang pekerjaan tukang gigi. Pasalnya jika mereka masih beroperasi maka dipidanakan. Sehingga aturan itu sangat diskriminatif dan harus dicabut.
“Perlindungan negara atas suatu pekerjaan tidak boleh dilakukan secara diskriminatif,” kata Mahfud.
Dasar gugatan itu adalah Astagiri dan Hamdani merasa dirugikan hak konstitusionalnya dengan berlakunya kedua pasal yang mengatur larangan dan sanksi pidana bagi setiap orang melakukan praktik seolah-olah seperti dokter atau dokter gigi.
Kedua pasal itu dinilai Hamdani bersifat dan diskriminatif dan multitafsir, serta bisa diartikan sangat luas jika ada bidang pekerjaan mirip dengan pekerjaan dokter atau dokter gigi dianggap telah melakukan praktik kedokteran.
Menurut pemohon, berlakunya kedua pasal tidak hanya mengancam penghasilan tukang gigi yang jumlah mencapai 75 ribu orang, juga mengancam profesi lain yang sejenis. Sebab, frasa “setiap orang dilarang menggunakan alat, metode, atau cara lain…” dalam Pasal 73 ayat (2) bisa diartikan mirip dengan pekerjaan tukang gigi, tukang urut patah tulang, tukang pembuat kaki palsu, pekerja optik, penjual jamu, dukun beranak.