Ahad 13 Jan 2013 23:00 WIB

TPFR: Densus 88 Bikin Masyarakat Bima Trauma

Densus 88 Polri
Foto: AP
Densus 88 Polri

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- - Tim Pencari Fakta dan Rehabilitasi (TPFR) Bima menyatakan dari hasil laporan investigasi tahap pertama, sebagian masyarakat Bima mengalami traumatis psikis dan terintimidasi atas aksi Datasemen Khusus 88 Antiteror di Bima, NTB.

"Selama ini Densus 88 melakukan justifikasi secara sepihak atas keterlibatan beberapa masyarakat Bima, termasuk kasus tembak di tempat para terduga terorisme," kata ketua Tim Pencari Fakta dan Rehabilitasi (TPFR) Bima, Hadi Santoso dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Ahad (13/1).

Dia mengatakan bahwa Bahtiar Abdullah (35) yang dituduh polisi sebagai terduga teroris, sejak enam tahun terakhir murni bekerja sebagai pedagang ayam, kerupuk, dan kue. Bahtiar menurut dia dalam kurun waktu tersebut belum pernah melakukan perjalanan ke luar daerah dan sebaliknya.

"Sehingga dari hasil ini, TPFR Bima menyimpulkan bahwa Bahtiar Abdullah tidak mungkin merupakan 'kelompok teroris buronan dari Poso' sebagaimana dituduhkan pihak kepolisian," ujarnya.

Menurut dia, terjadi perbedaan di internal kepolisian di media massa terkait terduga teroris dan barang bukti, seperti masalah korban bahwa Roy dan Bahtiar, tapi ada juga pernyataan Roy dan Dimas Antasari.

Selain itu menurut dia, pernyataan Mabes Polri, barang bukti bahan peledak antara 40 sampai 50 kilogram namun pernyataan Kapolres Dompu saat memaparkan kronologis kejadian, bahan peledak 20 kilogram.

"Sekarang pernyataan Polri yang sering dirilis media massa, senjata yang digunakan mereka jenis FN dan revolver," katanya.

Perbedaan tersebut, dia mengatakan, merupakan dasar keraguan TPFR atas data-data itu. Karena itu TPFR menurut dia akan meminta pihak kepolisian untuk memverifikasi data korban, tersangka dan barang bukti yang menurut mereka valid.

"Jika menyangkut barang yang sudah di kepolisian saja terjadi perbedaan, bagaimana halnya dengan data intelijen selama ini termasuk terkait berbagai data pihak-pihak yang terlibat aksi terorisme?," ujarnya.

Tim investigasi itu terdiri atas Sofiyan Asy'ari, Firmansyah, Burhanuddin, Adi Wahyuddin, dan Aidin. Mereka telah melakukan penelitian dan wawancara secara maraton selama 2 hari (11-12 Januari 2013).

Penelitian dan wawancara dilakukan di tiga kecamatan yaitu Madapangga, Bolo, dan Woha terhadap 12 orang saksi yang merupakan pihak keluarga, rekan bisnis/ dagang, dan aparat desa. Hadi mengatakan laporan tim itu akan dilanjutkan dengan agenda-agenda lain dan akan diungkap ke publik.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement