REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR Deding Ishak mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut kejanggalan pengelolaan dana haji sebesar triliunan rupiah yang disampaikan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"KPK harus turun tangan untuk menindaklanjuti dan mengusut laporan PPATK untuk memastikan bahwa pengelolaan dana haji tidak disalahgunakan demi kepentingan pihak tertentu," kata Deding Ishak dihubungi di Jakarta, Rabu (9/1).
Politisi Partai Golkar itu berharap KPK dan PPATK bisa bekerja sama dalam mengungkap kejanggalan dalam pengelolaan biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPIH) oleh Kementerian Agama. Apalagi, dana yang tidak jelas pemanfaatannya cukup besar, yaitu Rp 2,3 triliun dari bunga BPIH sebesar Rp 80 triliun.
"Pengusutan dan kerja sama KPK dengan PPATK sangat penting untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan dana haji," ujar Ketua Umum DPP Majelis Dakwah Islamiyah itu.
Dia juga berharap Dirjen Pengelolaan Haji dan Umroh Anggito Abimanyu dan Irjen Kemenag M Jasin, yang merupakan mantan komisioner KPK, dapat mengubah persepsi publik terhadap pengelolaan dana haji yang dituding tidak transparan dan tidak akuntabel selama ini.
"Saya mengapreasi dan menaruh hormat kepada Pak Anggito dan Pak Jasin. Selama ini keduanya memiliki 'track record' yang baik dalam pemberantasan korupsi," tuturnya.
Namun, dia berpendapat keberadaan mereka akan memiliki signifikansi yang besar terhadap upaya pemberantasan korupsi jika keduanya mampu melakukan reformasi penyelenggaraan ibadah haji serta berani mengungkap adanya penyimpangan dalam pengelolaan dana haji.
PPATK saat ini sedang melakukan audit terhadap dana pengelolaan haji karena menduga adanya penyimpangan pengelolaan dana BPIH sebesar Rp80 triliun dengan bunga Rp3,2 triliun. Terhadap temuan PPATK itu, Dirjen Pengelolaan Haji dan Umroh Kemenag Anggito Abimanyu membantah dana penyelenggaraan haji mencapai Rp 80 triliun.
"Outstanding dana setoran awal BPIH hingga 19 Desember 2012 berjumlah Rp 48,7 triliun, termasuk nilai manfaat (bunga, bagi hasil dan imbal hasil) sebesar Rp 2,3 triliun," kata Anggito.
Dana manfaat itu, kata Anggito, dialokasikan untuk mengurangi BPIH untuk biaya pemondokan di Makkah, Madinah, Jeddah, pelayanan umum di Saudi Arabia, katering dan transportasi, pengurusan paspor, pelayanan embarkasi, bimbingan, buku manasik, asuransi, operasional haji dalam dan luar negeri lainnya.
Selain itu, hasil efisiensi dari operasional penyelenggaraan ibadah haji setiap tahun dimasukkan ke rekening Dana Abadi Umat (DAU). "Hingga hari ini akumulasi DAU berjumlah Rp 2,2 triliun," papar Anggito.