Rabu 09 Jan 2013 17:34 WIB

Pukat UGM: Pelayanan Seks Gratifikasi Pelengkap

Gratifikasi Seks (ilustrasi)
Foto: ist
Gratifikasi Seks (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perluasan makna gratifikasi, saat ini tengah dikembangkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Termasuk di antaranya gratifikasi pelayanan seks. Bagi Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada (UGM), pelayanan seks merupakan gratifikasi pelengkap untuk mempengaruhi pejabat negara terkait proyek di pemerintahan.

"Tetap saja kalau dilihat instrumen yang digunakan dalam gratifikasi itu memang paling utama adala uang atau pemberian material lain misalnya properti," tutur peneliti Pukat UGM, Oce Madril kata Oce Madril kepada ANTARA di Jakarta, Rabu (9/1).

Pelayanan seks, menurut dia, termasuk imateril sehingga tidak bisa diukur dengan tolak ukur fisik pembuktiannya. Kendati demikian, lanjut dia, bukan berarti KPK bisa memaksimalkan kewenangan penyadapannya. "Ini mungkin akan terungkap karena pembuktiannya sulit tapi kewenangan penyadapan KPK bisa digunakan," ujarnya.

Dia menegaskan, dari data Pukat UGM, selama ini gratifikasi dalam bentuk properti merupakan jenis yang paling banyak, dan juga barang-barang mewah serta mobil. Selain itu, ungkap dia, gratifikasi pelayanan seks selama ini tidak pernah terungkap karena hanya dijadikan pelengkap.

"Ini jadi masalah karena jika ada penyelenggara negara menerima gratifikasi, dia tidak mau melaporkan dan cerita," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Gratifikasi KPK Giri Supradiono mengatakan, berdasarkan undang-undang, sejatinya gratifikasi tidak mesti berbentuk uang tunai namun bisa juga berupa kesenangan. Untuk itu, kata dia, sudah saatnya Indonesia belajar dari Singapura yang telah menerapkan hukuman terhadap gratifikasi dalam bentuk pelayanan seks.

"Memang pembuktiannya tidak mudah, jadi ini jatuhnya ke 'case building' (pembangunan kerangka kasus) karena itu harus dibuktikan," katanya.

Namun, Giri menerangkan, sejauh ini KPK belum menerima laporan penerimaan gratifikasi seks ke lembaganya. Dalam Pasal 12B ayat 1 undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi, gratifikasi adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, diskon, komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, dan pengobatan cuma-cuma.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement