REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menyebut adanya kemungkinan terjadinya cuaca ekstrim di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada 2013.
Menurut Kepala Pusat Meteorologi Publik BMKG Mulyono R Prabowo, hal tersebut sangat mungkin mengingat saat ini hujan masih intens mengguyur Jabodetabek. Ia memperkirakan puncak musim hujan akan terjadi pada akhir Januari hingga awal Februari.
Kemungkinan cuaca ekstrim yang bisa terjadi di Jakarta antara lain intensitas hujan yang tinggi, terjadinya angin yang kuat dan suhu udara yang menurun. Namun, cuaca ekstrim yang dominan terjadi di Jakarta adalah hujan dengan intensitas tinggi.
Cuaca ekstrim tersebut, ujar Mulyono, dipengaruhi beberapa faktor. Pertama, kondisi hujan. Apakah hujan turun dengan lebat atau sedang. Kedua, variabilitas cuaca harian. Yang dimaksud dengan variabilitas cuaca harian adalah meski sedang musim hujan, tapi tidak berarti setiap hari turun hujan.
Bisa saja, kata Mulyono, hujan terjadi selama dua hingga tiga hari kemudian reda. Atau sebaliknya. Kecenderungan yang muncul setelah hujan reda selama tiga hari adalah munculnya hujan lebat.
Terakhir, terang Mulyono, faktor kondisi fisik permukaan suatu daerah. Kondisi fisik ini terkait dengan area resapan air. Seberapa banyak air hujan dapat terserap ke dalam tanah atau dialirkan.
Selanjutnya, kata Mulyono, apakah kondisi aliran air dalam keadaan lancar atau tidak. Kondisi ini bila tidak diperhatikan juga berpengaruh terhadap terbentuknya genangan air.
Mulyono mengatakan jumlah akumulasi curah hujan masih akan tinggi. Tingginya curah hujan ini perlu diwaspadai masyarakat karena akan muncul efek lanjutan berupa genangan air atau banjir. Pada Januari diperkirakan variabilitas curah hujan harian sebanyak 400 mililiter.
Senada dengan Mulyono, peneliti Pusat Limnologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ignasius Dwi Atmana Sutapa mengatakan, potensi cuaca ekstrim bisa saja melanda Jakarta dan sekitarnya. Ia menjelaskan yang dimaksud cuaca ekstrim adalah perubahan dari satu musim ke musim berikutnya.
Beberapa tahun lalu masa transisi, kata Ignasius, masih berjalan dengan halus, dalam artian bisa diprediksi dengan baik. Namun, seiring berjalannya waktu perubahan musim tidak lagi bisa diprediksi. Sehingga variasi terjadinya perubahan cuaca sangat besar. Di masa transisi itulah kemungkinan cuaca ekstrim dapat terjadi.