Ahad 30 Dec 2012 15:52 WIB

Miskin Produk UU, Rapor DPR 2012 Jeblok

Rep: Muhammad Akbar Wijaya/ Red: Citra Listya Rini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPRI) RI sepanjang 2012 belum memuaskan. Buktinya produk undang-undang yang mereka hasilkan miskin alias masih rendah baik dari sisi kuantitas maupun kualitas.

“Hanya 13 UU yang dihasilkan tahun 2012. Itupun 9 UU telah dibahas pada tahun sebelumnya,” kata Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Sebastian Salang dalam acara “Rapor Merah DPR 2012” di Matraman, Jakarta Timur, Ahad (30/12).

 

Sebastian mengatakan dari 64 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang ditargetkan selesai, hanya 10 RUU yang menjadi prioritas 2012. Sedangkan 26 RUU merupakan prioritas 2010 dan 28 RUU prioritas 2011. Yang memprihatinkan, dari 10 RUU di 2012 hanya ada satu RUU yang disahkan menjadi Undang-undang.

Dari hitung-hitungan kuantitatif Formappi, kinerja legislasi DPR tahun ini menurun dibandingkan tahun 2011. Pada 2011 DPR mampu menyelesaikan 19,35 persen RUU prioritas. Sedangkan di tahun ini hanya 15,25 persen RUU prioritas yang bisa diselesaikan DPR.

“Dari 10 UU yang dihasilkan di 2012, enam diantaranya sudah dibahas sejak 2011 dua lainnya sejak 2012, hanya ada dua UU yang murni dibahas 2012,” papar Sebastian.

Tak cuma buruk dari sisi kuantitas, dari sisi kualitas produk undang-undang yang dihasilkan DPR juga tak memuaskan. Buktinya ada empat undang-undang yang digugat ke Mahkamah Konstitusi, yakni UU Pemilu, UU APBN, UU Penanganan Konflik Sosial, dan UU tentang Pendidikan Tinggi).

Buruknya kinerja DPR di bidang legislasi tak sejalan dengan anggaran yang mereka terima. Dari tahun ke tahun anggaran membahas RUU terus meningkat. Pada 2012 anggaran membahas satu RUU mencapai Rp 8,6 miliar.

“Trend kenaikkan anggaran tidak berkorelasi dengan kinerja dan produktivitas DPR di bidang Legislasi,” kata Sebastian.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Hidayat Nur Wahid mengakui DPR tidak berhasil mencapai target penyelesaian RUU yang telah ditetapkan. Namun demikian hal ini tidak berarti kinerja DPR jeblok.

Menurutnya target yang tidak tercapai bisa saja terjadi karena saat perancangan Prolegnas, DPR terlalu bersemangat. “Sehinggga target dan PR tahun lalu tidak terselesaikan,” katanya.

Hidayat berharap DPR serius menanggapi kritik masyarakat. Dia berpendapat pembahasan RUU harus dilakukan lebih  terencana dan sesuai kemampuan. Selain itu, pemerintah sebagai mitra kerja DPR dalam membahas undang-undang juga harus bersikap proaktif atas masukan yang disampaikan DPR.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement