Kamis 27 Dec 2012 16:55 WIB

DPD Nilai, di 2012 Politik Tanpa Etika

Rep: M Akbar Wijaya/ Red: Dewi Mardiani
Ketua DPD RI Irman Gusman
Foto: ist
Ketua DPD RI Irman Gusman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Demokrasi Indonesia masih mengesampingkan norma budaya bangsa. Alhasil, politik sebagai alat mencapai kekuasaan tampil dalam bentuk yang mengerikan. Politik ibarat ruang cela yang menegasikan etika dan norma.

“Politik sebagai etik mengalami kemunduran,” kata Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Irman Gusman, dalam pidato Refleksi DPD bertajuk L’Anno de Certitudo (tahun yang memastikan, di kompleks Parlemen, Senayan, Kamis (27/12).

Irman mengatakan, demokrasi Indonesia dalam tahun-tahun terakhir kerapkali dilukiskan dalam wajah yang paradoks. Politik dan etika ibarat minyak dan air yang sulit dipersatukan. Padahal, dalam sejarahnya, demokrasi harus senantiasa beriringan dengan moral yang dikawal juga sekaligus oleh yuris.

Akhir tahun menjadi momen krusial untuk berefleksi atas apa yang telah dilalui. Dalam kacamata Irman, konflik horizontal semakin marak, karena tipisnya penghayatan politikus sebagai panutan masyarakat pada nilai-nilai luhur dan norma-norma tradisi. Situasi diperparah dengan arus modernisasi dan globalisasi yang tak tersering sehingga menciptakan diseminasi budaya asli Bangsa Indonesia.

“Imbasnya ada semacam ketidaksesuaian antara demokrasi yang dijalankan dengan nilai-nilai luhur kebangsaan yang dianut,” ujar Irman.

Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi kekayaan dan kematangan budaya etnik di daerah berperan penting mengajak seluruh eksponen bangsa, termasuk lembaga-lembaganya, untuk tetap memertahankan adat serta budaya etnik atau daerah bangsa. 

“Tak dapat dielak bila DPD membuat imbauan pada kaum elite untuk mengubah dirinya, dari kecenderungan moderen yang kian pragmatis, materialistis, dan hedonis, menjadi manusia atau kaum yang lebih empatik sebagaimana norma-norma tradisi mengajarkan,” kata Irman.

Irman berpendapat sampai sekarang pemerintah pusat belum berpihak pada aspirasi daerah. Desentralisasi secara paradigmatik ternyata lebih berjalan secara retorik ketimbang administratif apalagi konstitusional.  Selain itu terjadi pula ketidak seimbangan keuangan pusat dan daerah. “Dengan fenomena ini tak heran bila di daerah bermuculan persoalan,” ujarnya.

DPD, kata Irman, berpandangan pemerintah pusat harus memenuhi komitmen konstitusional, mengawal, membimbing dan menyupervisi pemerintahan daerah. Saat ini pemerintah pusat belum mengawal sepenuhnya penerapan otonomi daerah untuk terciptanya pemerintahan daerah yang bersih dan transparan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement