REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dalam posisi pasif terkait keputusan sidang paripurna DPRD Garut yang meminta Bupati Garut Aceng Fikri dilengserkan.
"Kami dalam posisi menunggu karena keputusan Pansus DPRD Garut masih harus diuji di Mahkamah Agung dengan batas maksimal putusan 30 hari," kata Juru Bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek, Jumat (21/12).
Delapan fraksi DPRD Garut sepakat Aceng telah melanggar UU 1/1974 tentang Perkawinan dan UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah. Meski dengan dasar alasan berbeda, namun semua fraksi kompak menyebut Aceng telah melanggar sumpah jabatan serta etika dan norma. Alhasil pelenggseran dari jabatan bupati Garut layak segera disetujui.
Menurut Reydonnyzar, dinamika yang terjadi di sidang paripurna menjadi kewenangan sepenuhnya DPRD Garut. Meski begitu, kata dia, sudah sepatutnya Aceng mengundurkan diri daripada dipaksa mundur.
Selain demi menjaga nama baiknya kalau legowo mundur, juga agar pemerintahan Garut bisa segera stabil. "Sebagai kepala daerah, dia tidak memberi teladan baik bagi masyarakat dan aparatur pemerintahan."
Reydonnyzar menilai, akan sia-sia bagi Aceng tetap ngotot mempertahankan jabatannya. Apalagi, di tengah ketidakpercayaan warga Garut dan jajarannya di pemerintahan setempat. "Dengan berbesar hati lebih baik mundur untuk memberi contoh baik kepada masyarakat," saran Reydonnyzar.