REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Wakil Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri) Komisaris Jenderal (Komjen), Nanan Sukarna, meminta seluruh anggota Polri agar tidak terpengaruh oleh setiap tindakan intervensi.
Ia menekankan peran polisi yang kuat akan memberikan identitas yang baik pada institusi hukum tersebut di mata masyarakat.
“Sebagai lembaga hukum yang bersentuhan langsung dengan publik Polisi harus dapat membela hak-hak masyarakat. Namun juga kuat dari datangnya intervensi,” kata Nanan di Jakarta, Selasa (18/12).
Menurutnya, selama ini banyak kalangan menilai polisi mudah sekali dipengaruhi oleh tuntutan populis. Dia mencontohkan, dari mulai penangkapan musisi Ariel, insiden pembakaran Polsek, hingga pengalihan status anggota Polri menjadi pegawai intitusi lain mengesankan kepolisian seperti mudah diintervensi.
Pertama, perkara Ariel, kata Nanan, hanya karena tuntutan massa yang besar, vokalis sebuah grup band itu harus dipenjara. “Dia diminta dipenjara oleh massa, akhirnya polisi manut Ariel dipenjara, tapi perempuannya tidak. Karena massa mintanya dia yang dipenjara.”
Kedua, insiden pembakaran Polsek oleh maasa yang menuntut agar seorang tahanan dibebaskan. Polsek akhirnya membebaskan karena khawatir dengan ancaman massa.
“Ketiga, anggotanya dialih statuskan jadi PNS (Pegawai Negeri Sipil) oleh lembaga lain, manut. Seharusnya Polri punya karakter, itu anggota kita mau diambil jangan manut saja,” kata dia.
Dari sekian contoh fakta yang ia paparkan ini, dirinya meminta agar masyarakat tetap memberikan kepercayaan kepada Polri. Nanan yakin Polri sedang dalam upaya pembenahan signifikan agar hal-hal serupa tak lagi terulang.
“Di dalam tubuh institusi ini sedang digelorakan semangat demokrasi. Publik harap percaya, kami menuju Polri yang lebih baik. Di antaranya kuat dalam mengahadapi intervensi,” ujarnya.