REPUBLIKA.CO.ID, JEMBER -- Dalam dua tahun terakhir, delapan hakim dipecat karena terlibat penyuapan dan perselingkuhan. Pemecatan itu sesuai rekomendasi Komisi Yudisial (KY).
"Lebih dari 20 hakim kena sanksi karena tidak menyidangkan perkara selama jangka waktu tertentu, atau dikenal dengan sanksi non-palu," tutur Wakil Ketua KY, Imam Anshori Saleh usai menjadi pembicara dalam seminar nasional di Fakultas Hukum Universitas Jember, Jawa Timur, Senin (17/12).
Dari delapan hakim yang dikenai sanksi diberhentikan dengan tidak hormat atau dipecat, karena terbukti menerima suap dan terlibat perselingkuhan. Dua di antaranya hakim dari Jawa Timur.
"Khusus di Jawa Timur, ada empat hakim yang direkomendasikan untuk dipecat, namun dua hakim sudah dipecat dan dua hakim lainnya masih diproses di Majelis Kehormatan Hakim (MKH) karena terbukti main uang atau menerima suap," tuturnya.
Sayangnya Iman enggan menyebutkan hakim yang dipecat di wilayah Jatim bekerja dari pengadilan mana saja. "Sanksi pemecatan untuk para hakim nakal, jika mereka terbukti terlibat menerima uang atau suap dalam perkara yang ditangani, dan sanksi atas perselingkuhan dengan perempuan juga bisa berupa pemecatan," katanya.
Sementara sanksi non-palu, ujar Imam menjelaskan, diberikan kepada hakim yang melanggar etika ketika bersidang. Antara lain lupa menyebut persidangan terbuka atau tidak untuk umum, bermain 'handphone' saat persidangan, tidur dalam sidang, dan membaca buku saat persidangan berlangsung.
Sanksi pemecatan yang dilakukan MKH terbaru yakni pemecatan terhadap Hakim Agung Achmad Yamanie yang terbukti memalsukan dokumen putusan terhadap terpidana narkoba Hangky Gunawan.