REPUBLIKA.CO.ID JAKARTA -- DKI Jakarta menempati posisi terendah dalam Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang dirilis Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) Jumat (14/12). Pada indeks yang merupakan hasil dari pemantauan KLH dari tahun 2009 hingga 2011 tersebut IKLH DKI Jakarta hanya sebesar 41,62.
"Semua indikator IKLH DKI Jakarta paling rendah dr 30 provinsi yang kami pantau," ujar Deputi Bidang Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH), Dr. Henry Bastaman pada Refleksi Akhir Tahun KLH Jumat (14/12).
Henry menjelaskan pemantauan IKLH di setiap provinsi mencangkup tiga indikator yaitu indeks kualitas air, indeks kualitas udara, dan indeks tutupan hutan. "Untuk kualitas air dilihat dari pemantauan kondisi air 56 sungai di 30 provinsi, untuk kualitas udara dilihat dari kondisi udara di 243 kabupaten dan kota dengan metode passive sample, dan tutupan hutan dilihat dari program tutupan hutan Kementrian Kehutanan di kabupaten dan kota," ujar Henry.
Henry menuturkan IKLH dibuat hanya untuk memudahkan gambaran lingkungan di Indonesia secara keseluruhan. "Ada banyak parameter, ada banyak indikator, jika itu dipaparkan apa adanya akan susah dicerna karena terlalu teknis. Maka, dari kami buat suatu indeks. Kami kompositkan berbagai data, kami berikan bobot, sehingga muncul angka," tutur Henry.
Sementara itu, Provinsi Gorontalo menempati IKLH tertinggi yaitu 98,41. Hampir seluruh nilai indikator IKLH Gorontalo, kata Henry, lebih tinggi dibandingkan 29 provinsi lainnya. "Indeks kualitas air Gorontalo sebesar 100. Tidak ada badan satupun sungai di Gorontalo yang terindikasi tercemar atau beb. Sedangkan indeks kualitas udara sebesar 99,14, dan indeks tutupan hutan sebesar 96,10," tutur Henry.
Jika diakumulasikan, lanjut Henry, secara nasional rata-rata IKLH menjadi 60,37. "Agak membaik jika dibandingkan tahun sebelumnya yaitu 59,41," ujarnya.