REPUBLIKA.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Ratusan aktivis Gerakan Rakyat Lampung (GRL) mendatangi kantor Gubernur Lampung, di Jl Wolter Monginsidi, Senin (10/12).
Dalam aksinya pada hari hak asasi manusia (HAM) ini, mereka menuntut pemerintah mengembalikan hak rakyat yang dicaplok atas dasar perundang-undangan yang memihak kapitalisme.
Aktivis GRL terdiri dari organisasi pemuda dan mahasiswa yakni PPI, KSN, FSBL, FMN, KAMMI, PMKRI, Agra, Humanika, PPOKL, dan SMI. Kedatangan massa ini sempat mendapat pengawalan ratusan aparat keamanan dari Polresta Bandar Lampung.
Dalam orasinya, mereka menyesalkan kebijakan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Gubernur Lampung, Sjachroedin ZP, yang tidak berpihak pada buruh dan rakyat.
"Hal ini terlihat jelas setiap kebijakan rezim SBY-Boediono yang mengusung ide liberalisasi dan kapitalisme pasar," kata Kiki, salah seorang aktivis GRL. Ia mengatakan hal tersebut terlihat pada perundang-undangan yang dihasilkan persekongkolan jahat antara pemerintah, DPR, dan korporasi.
Mereka menggunakan kekuasaan untuk mengesahkan undang undang. Misalnya UU Nomor 25/2007 tentang Penanaman Modal, UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan, UU Nomor 18/2004 tentang Perkebunan.
Selanjutnya, UU Nomor 7/2004 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, UU Nomor 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, dan yang terbaru pengesahan UU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan.
GRL memandang perundang-undangan tersebut sesungguhnya telah melegalkan perampasan hak-hak rakyat atas tanah, hutan, tambang, wilayah tangkap nelayan, wilayah kelola masyarakat adat dan desa. Di sisi lain membuka akses seluas-luasnya bagi pemodal untuk menguasai sumber daya alam Indonesia.