Ahad 09 Dec 2012 07:00 WIB

Hari Antikorupsi

Demo Anti Korupsi (Ilustrasi)
Foto: Fanny Octavianus/Antara
Demo Anti Korupsi (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,Pencekalan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Andi Alifian Mallarangeng seolah menjadi kado peringatan Hari Antikorupsi Sedunia yang jatuh setiap 9 Desember. Andi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan sarana dan prasarana atlet di Hambalang, Kabupaten Bogor. Proyek ini nilainya Rp 2,5 triliun.

Saat statusnya ditetapkan sebagai tersangka, Andi masih menjadi menteri aktif. Tentu ini menjadi langkah simbolis yang sangat penting bagi upaya pemberantasan korupsi di Tanah Air. KPK juga telah menjalankan upaya yang sangat keras untuk bisa sampai mengambil keputusan mencekal Andi. Lembaga tersebut memerlukan bukti yang sangat kuat untuk bisa menjadikan menteri aktif sebagai tersangka.

Tentu saja, kita tidak ingin penetapan Andi sebagai tersangka ini hanya berhenti sebagai langkah simbolis yang kemudian menguap begitu saja. Proses pemeriksaan dan pengungkapan posisi Andi dalam kasus Hambalang ini harus terus dijalankan secara transparan. Politisasi terhadap proses ini harus dijauhkan.

Hari Antikorupsi Sedunia dan penetapan Andi sebagai tersangka ini harus menjadi momentum awal untuk memberantas korupsi tanpa pandang bulu. Selama ini, pandangan bahwa pemberantasan korupsi masih tebang pilih belum hilang sama sekali. Suara-suara seperti ini masih terdengar karena memang pejabat-pejabat tinggi negara masih terlihat sulit untuk dijangkau.

Proses penanganan kasus Century menjadi salah satu ukuran yang terlihat publik untuk mengatakan bahwa penanganan korupsi masih ada unsur tebang pilihnya. Sebagian pihak mendorong KPK untuk memeriksa Wakil Presiden Boediono terkait kasus tersebut. Melalui akun twitter-nya, Boediono juga telah menyatakan siap untuk mempertanggungjawabkannya.

Namun demikian, harapan ini pupus begitu saja. KPK dengan cepat langsung menyatakan tidak ada rencana untuk memeriksa Boediono. Padahal, publik sangat menunggu kejelasan hukum posisi Boediono dalam kasus yang diduga menyebabkan kerugian negara senilai Rp 6,7 triliun itu. Jawaban cepat inilah yang menjadi salah satu ukuran yang digunakan publik untuk tetap mengatakan adanya unsur tebang pilih dalam penanganan korupsi.

Persepsi seperti ini menjadi hambatan tersendiri bagi penilaian dunia terhadap upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Hingga saat ini, persepsi masyarakat dunia terhadap dinamika korupsi di negeri ini belum banyak beranjak. Indeks korupsi yang dibuat Transparency International masih menempatkan Indonesia di peringkat 118 dari 176 negara yang diukur tahun ini. Ini pencapaian yang tentu saja tidak memuaskan.

Karena itulah, hadirnya Hari Antikorupsi Sedunia harus benar-benar dimaknai sebagai momen penting untuk terus memperbaiki upaya melawan korupsi di negeri ini. Proses pengungkapan kasus korupsi haruslah dijalankan penuh kesungguhan dari semua aparat penegak hukum. Tidak boleh lagi ada 'persaingan' tidak sehat di antara lembaga penegak hukum dalam memberantas korupsi.

Semua lembaga penegak hukum harus benar-benar bekerja secara sinergis untuk melawan korupsi di semua tingkatan. Tidak boleh lagi ada warga negara 'istimewa' yang tidak bisa dijangkau hukum dalam proses pengungkapan korupsi. Semua warga, termasuk para pejabat daerah, pejabat negara, dan pejabat tinggi negara, haruslah ditempatkan di ruang hukum yang sama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement