REPUBLIKA.CO.ID, Dosen Universitas Trisakti dari Ikatan Ahli Perawatan Gedung, Jimmy Siswanto Juwana menjelaskan sekitar 90% gedung di Jakarta yang melanggar undang-undang, terutama bangunan rumah tinggal.
Contoh dari pelanggaran tersebut, ujarnya, yakni tidak cukupnya jarak bebas antara satu bangunan dengan bangunan lain, tidak tersedianya ruang terbuka, juga pekarangan belakang.
Poin-poin yang merupakan standar bangunan rumah tinggal layak tersebut, belum dimiliki oleh hampir semua rumah di Jakarta, hal ini disebabkan karena padatnya penduduk dan kurangnya lahan. Contohnya bisa dilihat pada rumah tipe 36 seringkali dihuni oleh 5 orang anggota keluarga.
Jika dibandingkan dengan Singapura, Jakarta memiliki wilayah yang lebih luas. Namun, kenyataannya malah Singapura yang memiliki ruang hijau terbuka lebih luas dibanding Jakarta.
Hal ini juga menjadi hal yang membuat Jakarta menjadi kota yang tidak sehat. Antisipasinya, dan memang rata-rata telah dilaksanakan, adalah pembuatan bangunan vertikal untuk daerah yang berpenduduk padat dan diwajibkannya pembangunan gedung berkonsep green building di Jakarta.
Di Cina dan Singapura, dijalankan sistem sanksi dan insentif bagi pengusaha yang mengaplikasikan peraturan mengenai bangunan dan gedung.
Di Indonesia, pengusaha diwajibkan untuk menjalankan Perda, tanpa pemberian insentif bagi yang mematuhi. Insentif langsung yang bisa dirasakan oleh mereka hanya, misalnya, berkurangnya biaya listrik yang diperoleh dari salah satu manfaat konsep gedung hijau mengubah cahaya matahari menjadi energi.