REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - DPR RI berjanji segera menyelesaikan revisi UU Migas Nomor 22 tahun 2001. Hal ini ditegaskan Ketua Panja Revisi UU Migas Zainudin Amali, Senin (26/11). "Kita mau secepatnya ini selesai," katanya pada wartawan seusai Rapat Dengar Pendapat DPR dengan SKS PMigas.
Ia mengaku pihaknya menargetkan UU baru akan selesai dalam dua kali masa sidang dengan toleransi perpanjangan satu kali masa sidang. Tapi, ditekankannya pihaknya harus mengumpulkan dulu kesatuan pandangan semua fraksi yang ada di DPR. Ia mengatakan UU Migas harus dibuat hati-hati. "Jangan sampai ada celah judicial review," katanya.
Menurutnya UU harus memperkuat kelembagaan BP Migas, apakah sebagai wali amanat, diserahkan ke bawah BUMN seperti Pertamina atau PGN atau di bawah Menteri ESDM atau Dirjen Migas.
Hal senada juga ditegaskan Ketua Komisi VII DPR RI Sutan Bhatoegana. Ia optimis enam bulan ke depan soal ini akan selesai.
Menurutnya revisi ini bukan membuat baru UU tapi mengevaluasi UU yang lama. Sehingga pihaknya bakal fokus pada UU yang bermasalah.
Terkait tiga opsi DPR yang beredar dalam revisi UU Migas mengenai badan pengganti Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Migas (BP Migas), ia mengaku itu opsi lama sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) membubarkan lembaga tersebut. "Itu sudah lama tapi bukan itu subtansinya," ujarnya.
Ia mengatakan hal tersebut bukan kesimpulan fraksi. Komisi VII masih akan mendengarkan stakeholder dan ahli untuk membahas usulan bentuk baru BP Migas.
"Ada yang mengusulkan dibentuk badan usaha hulu migas spesifik di bawah Kementerian ESDM, seperti Pusat Investasi Pemerintah yang berada di bawah Kementerian Keuangan," jelasnya. Ditegaskannya DPR masih terbuka pada semua usulan baru.
Kali ini, kata Sutan, DPR tidak ingin membuat UU yang nantinya dibatalkan lagi oleh MK. "Kita akan hati-hati, kita tidak ingin maju empat langkah tapi bubar lima langkah," tegasnya.
Sebelumnya DPR mengatakan ada tiga opsi bentuk baru BP Migas dalam revisi UU Migas. Opsi pertama, kuasa pertambangan diberikan ke pemerintah melalui Menteri ESDM, seperti sekarang ini.
Opsi kedua, memberikan kuasa pertambangan kepada badan baru yang ditunjuk oleh Presiden Sulilo Bambang Yudhoyono. Terakhir, memberikan kuasa pertambangan ini ke Pertamina.