Rabu 21 Nov 2012 17:05 WIB

NU: Kelangkaan Daging Sapi Hanya Permainan

Rep: Indah Wulandari/ Red: Hazliansyah
Pedagang kembali berjualan daging sapi di los penjualan daging Pasar Senen, Jakarta, Senin (19/11).
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Pedagang kembali berjualan daging sapi di los penjualan daging Pasar Senen, Jakarta, Senin (19/11).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai kelangkaan daging sapi yang terjadi dalam beberapa hari terakhir hanyalah sebuah permainan dengan tujuan akhir dibukanya kran impor daging sapi.

 

"Pedagang daging kecil mogok itu ada yang menggerakkan. Semua ada yang mengatur, karena ini hanya permainan," tegas Sekretaris Lembaga Perekonomian PBNU Mustholihin Madjid, Rabu (21/11).

 

Mustholihin menuding adanya keterlibatan mafia dalam tata niaga sapi di Indonesia yang mengatur sedemikian rupa daging langka di pasaran, hingga akhirnya mengakibatkan lonjakan harga. Permainan selanjutnya adalah mengatur terjadinya pemogokan pedagang kelas kecil, dan mendesak Pemerintah membuka kran impor daging sapi.

 

"Semua ujung-ujungnya adalah desakan agar kran impor kembali dibuka. Ini bahaya, karena peternak lokal saat ini membutuhkan lebih banyak perhatian dan mereka sangat mampu memenuhi kebutuhan daging," lanjut Mustholihin menandaskan.

 

Bendahara Umum PBNU Bina Suhendra menilai kelangkaan daging di pasaran juga dikarenakan tidak adanya keseriusan pemerintah dalam mengelola tata niaga sapi. Pemerintah, lanjutnya, hanya memperhatikan sektor hilir, yaitu mengatur kuota daging impor tanpa mengetahui kebutuhan sebenarnya di pasaran.

 

Daging sapi dalam beberapa hari terakhir menghilang dari pasaran, hingga mengakibatkan harganya melonjak hingga menembus Rp.100 ribu per kilogram.

Kondisi ini berbanding terbalik dengan hasil sensus sapi potong oleh Badan Pusat Statistik, yang menyebut populasi sapi lokal di Indonesia rata-rata 14,6 juta ekor per tahun. Jumlah tersebut berdasarkan cetak biru swasembada daging sudah mampu memenuhi kebutuhan lokal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement