REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Anggota Komisi IV DPR RI, Ma'mur Hasanuddin, mengaku heran dengan sikap pengusaha yang menilai kelangkaan daging sapi yang berujung pada kenaikan harga daging sapi di masyarakat diakibatkan oleh pembatasan impor daging sapi.
"Sesungguhnya pendapat itu kurang tepat karena kondisinya saat ini tercatat mencukupi hingga akhir tahun," ujar Ma'mur dalam keterangan pers yang diterima ROL, Senin (19/11).
Seperti diketahui bersama, keputusan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian yang memangkas kuota daging sapi impor secara radikal disebut-sebut sebagai penyebab kelangkaan daging sapi.
Jika di 2011 kuota impor daging sapi mencapai 100 ribu ton, maka di 2012 kuota impor daging sapi tercatat 34 ribu ton.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini mengingatkan, kuota impor sapi bakalan dan daging sapi serta jeroan telah meningkat selama 10 tahun terakhir. Pada 2000, impor sapi bakalan mencapai 200 ribu ekor dan daging serta jeroan menyentuh 40 ribu ton.
Angka ini melonjak drastis pada akhir 2008. Kala itu, impor sapi bakalan mencapai 600 ribu ekor dan daging serta jeroan mencapai 70 ribu ton.
Apabila situasi ini tidak dibenahi, Ma'mur menyebut pada 2014 hampir 50 persen sapi potong dalam negeri didominasi oleh sapi impor. "Sehingga langkah pemerintah untuk membatasi impor sudah tepat," ungkap Ma'mur.
Ma'mur mengingatkan, kebijakan pengendalian impor harus terus dilakukan karena impor sapi potong dapat menguras devisa negara. Selain itu, impor sapi potong dapat menimbulkan efek domino yaitu terhambatnya pendapatan dan produktivitas peternak dalam negeri.
Kenaikan harga daging sapi dari distributor telah terjadi sejak sepekan silam. Jika harga daging sapi per kg mencapai Rp 70 ribu, kini harganya meningkat menjadi Rp 85 ribu hingga Rp 90 ribu.