REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyatakan kasus pelemparan bom terhadap Gubernur Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Syahrul Yasin Limpo merupakan kriminal.
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris membantah pelemparan tersebut sebagai rekayasa politik. "Bukan rekayasa politik. Itu kriminal yang ingin mengacaukan," katanya saat dihubungi, Jumat (16/11).
Irfan sementara ini juga mengindikasikan pelaku pelemparan terkait jaringan terorisme di Poso. Kendati ia masih belum yakin. Ia menyatakan BNPT akan terus berkoordinasi dengan Detasemen Khusus 88 Antiteror.
Dua terduga teroris ditangkap, Ahad (11/11) sekitar pukul 09.30 WITA di dua tempat berbeda di Makasar. Mereka adalah Awaludin (25 tahun) dan Andika (27). Mabes Polri menyatakan tengah mencari beberapa orang terkait kelompok ini. Sementara ini, mereka dipastikan kelompok di luar jaringan pimpinan Santoso.
Awaludin yang berasal dari Mambi ditangkap Detasemen Khusus 88 Antiteror di Monumen Mandala, Makasar. Barang bukti berupa satu bom pipa, satu senjata api revolver dan lima butir amunisi berhasil diamankan dari dirinya. Ia adalah pria yang melempar bom rakitan ke arah Gubernur Sulsel saat acara gerak jalan santai, Ahad (11/11) pagi.
Bom yang dilempar Awaludin berisi TNT, paku dan detonator. Seluruh isi bom dimasukkan dalam pipa sepanjang 20 sentimeter. Tim penjinak bom dari Polda Sulawesi Selatan kemudian menjinakkan bom itu dengan cara mengurainya.
Sedangkan Andika yang diketahui berasal dari Bone ditangkap di tempat terpisah. Ia saat itu berada di sekitar Masjid Raya Larenkang, Makasar. Sebuah senjata api jenis FN disita sebagai barang bukti.