REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kepala Badan Pelaksana Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas), R Priyono, menyayangkan tindakan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menganggap lembaga itu inkonstitusional.
Menurutnya, keputusan ini merupakan produk reformasi sehingga sangat disayangkan bila negara harus kembali ke masa sebelum reformasi.
Bahkan karena putusan lembaga itu, semua kontrak migas yang berjumlah 353 dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) kini bersifat ilegal. "Kerugian bahkan mencapai 70 miliar dolar AS," kata Priyono, kepada wartawan Selasa (13/11).
Potensi kerugian ini bukan tanpa dasar. Masalahnya produksi migas harus ada tanda tangan dari BP Migas. "Ini menjadi tidak jelas," ujarnya. Hal tersebut menyebabkan tidak ada kepastian pada pasokan migas dan penerimaan negara.
Priyono mengatakan potensi ini didapat dengan mengkalkulasi semua kontrak yang terjadi sejak BP Migas berdiri. Bukan hanya itu iklim investasi pun terancam terganggu.
Hal senada juga dikatakan Deputi Pengendalian Operasi BP Migas, Gde Pradyana. Menurutnya, keputusan MK membuat tak ada lembaga yang mengawasi dan mengendalikan KKKS.
"Sebagaimana diketahui pemerintah tak bisa berkontrak langsung dengan KKKS. Pemerintah tidak boleh berbisnis sehingga hal ini tak bisa diambil alih oleh pemerintah,” jelasnya.
Sementara itu, Menteri ESDM jero Wacik belum mau berkomentar banyak. Tapi ia berjanji pihaknya akan segera mempelajari keputusan ini. "Tidak bisa langsung bubar," tegasnya. "Cara kita berpikir selalu kepentingan yang lebih besar harus kita pertimbangkan."