REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Sinergi Masyarakat untuk Demokrasi Indonesia (SIGMA) Said Salahuddin mengatakan masalah yang terjadi di internal Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus dibedakan dengan dugaan pelanggaran kode etik yang dituduhkan terhadap lembaga penyelenggara pemilu tersebut.
"Masalah internal dan pelanggaran etika harus dipisahkan karena itu dua hal yang berbeda," ujar Said dalam diskusi 'Verifikasi Parpol dan Pemilu Berkualitas' di Media Center Bawaslu, Jakarta, Jumat (9/11).
Penilaian Said itu menyikapi pernyataan anggota KPU Ida Budhiati yang menyebutkan telah terjadi pembangkangan dari Sekretariat Jenderal KPU terhadap komisioner. Ida menyebutkan ada 'pembusukan' organisasi di dalam tubuh KPU dan terjadi dikotomi antara komisioner dan kesekretariatan. Hal itu dirasakan terutama pada saat proses perbaikan verifikasi administrasi parpol calon peserta Pemilu 2014.
Menurut Ida, para komisioner KPU tidak mendapat dukungan dari Sekretariat Jenderal pada saat pemeriksaan data administrasi. Misalnya pada saat masa pemeriksaan perbaikan verifikasi administrasi, KPU tidak mendapat dukungan personel sebanyak 68 orang dari Setjen.
Said menilai dengan pernyataan tersebut komisioner KPU seakan ingin mengatakan ada alasan dari tuduhan yang selama ini terjadi. Namun dia menilai masalah itu tetap perlu dipisahkan dengan pelanggaran etika yang dilakukan KPU, misalnya mengenai masalah transparansi, integritas, dan penyampaian informasi verifikasi yang berbeda-beda.
"Seluruh pihak mungkin perlu membantu KPU untuk menyelesaikan masalah internalnya. Namun di sisi lain, penegakan etika ini tetap harus diberikan," kata Said.
Said mengatakan Sigma selaku salah satu pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik KPU, meminta Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memberikan sanksi paling minimal yakni berupa teguran tertulis terhadap KPU. "Tapi saya tidak tahu bagaimana dengan Bawaslu selaku pihak pelapor yang lain," kata Said.