Kamis 08 Nov 2012 16:09 WIB

JK: Indonesia Demokratis, tapi Output tak Sesuai

Rep: Rachmita Virdani/ Red: Dewi Mardiani
Mantan Wapres, Jusuf Kalla.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Mantan Wapres, Jusuf Kalla.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, mengakui bahwa sistem di Indonesia usai reformasi memang demokratis, namun di daerah justru menimbulkan tumpang tindih dalam birokrasi. Kemudian dulu juga rekrutmen politik masih sangat terbatas dan masih menitikberatkan pada performa masing-masing calon.

“Sekarang yang diajukan pertama kali dilihat adalah keterkenalan baru performa. Misalnya, di Jawa Timur banyak kyai yang jadi pemimpin, kemudian Jawa Barat artis. Di sinilah perlunya Lemhanas untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan daerah dengan pedoman demokrasi keterkenalan,” imbuhnya dalam seminar di Lemhanas RI, Jakarta, Kamims (8/11).

Kalla memaparkan, meskipun demokrasinya benar, namun sayangnya outputnya tidak sesuai. Untuk itu kualitas kepemimpinan harus dibenahi. Ia mencontohkan misalnya Jokowi yang sudah terkenal di Solo sebagai pengusaha, namun juga terkenal sebagai pemimpin daerah yang baik di masyarakat. “Dia mirip saya. Idealnya pemimpin daerah sudah punya track record baik,”sebutnya.

Budi Susilo Soepandji, Gubernur Lemhanas, mengatakan bahwa Lemhanas sangat menerima saran dari Jokowi. Usulan tersebut berupa Lemhanas harus memperkenalkan kepada calon pemimpin daerah semacam pendidikan di Lemhanas. "Ini merupakan pekerjaan rumah bagi kami dan akan dikaji lebih dalam bagaimana nanti pendidikan  ketatanegaraan itu bisa dicermati oleh pimpinan-pimpinan yang ada di daerah,” terangnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement