REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi menyatakan persetujuannya apabila Serikat Petani Indonesia (SPI) maupun lembaga-lembaga lain yang memiliki concern di bidang pangan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pangan yang baru saja disahkan DPR.
Menurut Viva, hal ini penting agar secara yuridis seluruh pasal yang terdapat di dalam Undang-undang yang merupakan revisi dari UU No. 7/1996 itu dapat diketahui adakah pertentangan di dalamnya dengan UUD 1945.
"Tentu hal ini akan semakin memperkuat posisi UU secara hukum," tutur Viva kepada Republika via pesan singkatnya, Ahad (28/10).
Lebih lanjut, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini menjelaskan judicial review merupakan partisipasi publik terhadap kebijakan negara. Terlebih, UU diputuskan secara bersama-sama oleh lembaga legislatif (dalam hal ini DPR) dan lembaga eksekutif (dalam hal ini pemerintah).
Viva meyakini nantinya MK akan bekerja dengan baik dalam memutuskan kandungan batang tubuh dalam UU ini. "Apakah ada yang tidak sesuai dengan konstitusi atau tidak," kata Viva.
Jika putusan final oleh MK telah disampaikan, Viva mengingatkan agar seluruh elemen masyarakat menaatinya. "Setiap putusan MK bersifat final dan mengikat," ujar Viva.
Seperti diberitakan sebelumnya, SPI bersama sejumlah organisasi masyarakat berniat mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi terhadap Undang-undang Pangan yang baru saja disahkan oleh DPR, Kamis (18/10) lalu.
Ketua Umum DPP SPI Henry Saragih mengatakan gugatan ini dilakukan karena UU Pangan dinilai tidak mampu menjawab masalah pangan yang berkembang di tanah air. Selain itu, UU Pangan dinilai merugikan petani pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
"Kita akan pelajari dengan lebih seksama pasal-pasal mana yang bertentangan dengan konstitusi. Ini yang perlu dikonsultasikan dengan ahli hukum," tutur Henry kepada wartawan dalam temu pers di Sekretariat Pusat SPI, Rabu (24/10).
Henry menjelaskan, dari hasil kajian awal terhadap draft UU Pangan, SPI melihat sejumlah celah yang menunjukkan abainya DPR dan Pemerintah terhadap masalah pangan. Salah satunya adalah negara tidak diwajibkan menghapus kelaparan yang melanda masyarakat.
Padahal, kata Henry, dalam Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 telah disebutkan kewajiban negara untuk menjamin kehidupan fakir miskin dan anak-anak telantar, termasuk dari ancaman kelaparan.