REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri BUMN, Dahlan Iskan, mengemukakan alasannya tidak bisa menghadiri panggilan Komisi VII DPR. Ia mengatakan pada saat pemanggilan, ia sedang berada di Jambi untuk meninjau beberapa proyek di provinsi tersebut.
“Saya di Jambi, itu sudah dijadwal,” katanya saat ditemui di Kantor Presiden, Kamis (25/10).
Dalam kunjungan kerja itu, ia meresmikan penjualan 1.000 ekor sapi hasil program integrasi sawit di PT Perkebunan Nusantara VI. Selain itu, ia juga meninjau proyek pembangunan Bandara Sultan Thaha dan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas.
Menanggapi hasil audit BPK terkait dugaan kerugian negara sebesar Rp 37 triliun di PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) saat dirinya menjabat Direktur Utama, Dahlan menerangkan, waktu itu PLN dijanjikan akan dipasok gas sebagai pengganti BBM untuk pembangkit listrik sebanyak 200 MM sebagai langkah penghematan, dan sudah disahkan oleh DPR. Namun katanya, hingga 2011, gas yang dijanjikan tidak datang, sementara PLN tidak memiliki gas maka rencana tersebut gagal dilakukan.
Dalam situasi itu, kata Dahlan, hanya ada dua pilihan yang dapat dilakukan dalam menghadapi persoalan itu, yakni listrik di Jakarta padam selama 6-8 bulan, atau tetap menggunakan BBM. Akhirnya pilihan kedualah yang dilakukan.
"Tahun itu, PLN dijanjikan akan didatangkan gas sebanyak 200 MM pengganti BBM pembangkit listrik, namun hingga 2011, gas yang dijanjikan tidak juga datang. Jadi bukan gas milik PLN, PLN tidak punya gas, gas itu milik swasta,” katanya.
Menurut dia, karena tidak jadi pakai gas, maka rencana penghematan tidak dapat terwujud, sebab gasnya memang tidak ada. Audit atas rencana dan catatan itulah yang mungkin menjadi temuan BPK.
"Karena tetap pakai BBM, maka tidak jadi penghematan, dan mungkin karena itulah saya dikatakan telah merugikan negara sebesar Rp 37 triliun. Bahkan menurut saya kurang besar, harus lebih besar dari Rp 37 triliun. BPK itu tidak menyalahkan PLN," katanya.